Disutradarai oleh Paul Agusta, film ini menghadirkan cerita dengan latar belakang budaya Tionghoa dan tradisi pernikahan arwah.
"Dengan pendekatan terhadap budaya dan tradisi Tionghoa di Indonesia yang tidak banyak diangkat ke layar lebar, kami berharap film ini dapat memberikan pengalaman horor yang baru dan berkesan bagi penontonnya," kata Paul dalam keterangan pers yang diterima, Selasa.
Film yang skenarionya ditulis oleh Aldo Swastia bersama Ario Sasongko ini menceritakan kisah pasangan berbeda ras, seorang pria Tionghoa-Indonesia dan seorang wanita pribumi, yang mengadakan pemotretan pre-wedding bersama teman-teman mereka di rumah leluhur calon mempelai pria.
Baca juga: Dari komedi Srimulat, Morgan Oey banting setir main film horor
Baca juga: Susan Sameh mengaku percaya hal-hal mistis
Aldo yang juga sekaligus Chief Creative Officer (CCO) Entelekey Media Indonesia mengatakan film ini diproduksi dengan keyakinan kuat terhadap kisah yang diangkat dengan latar belakang budaya dan sejarah.
"Kami percaya bahwa latar belakang budaya dan sejarah yang melebur secara alami dalam cerita dapat menciptakan pengalaman yang otentik tanpa terasa dipaksakan. Dengan sentuhan khas Paul Agusta dan kolaborasi erat dengan Relate Films, kami yakin film ini akan cukup berkesan bagi penonton," tutur Aldo.
“Pernikahan Arwah (The Butterfly House)” dibintangi oleh Morgan Oey dan Zulfa Maharani, bersama dengan Jourdy Pranata, Brigitta Cynthia, Puty Sjahrul, Ama Gerald, Alam Jaelani, Verdi Solaiman, dan Bonita.
Morgan mengatakan merasa tertarik bermain di film ini karena tradisi Tionghoa yang diangkat dan keunikan karakternya.
"Saya sangat antusias terlibat dalam film ini. Selain latar belakang tradisi Tionghoa yang diangkat dalam cerita ini, karakter yang saya perankan juga sangat menarik," kata Morgan.
Proses syuting film "Pernikahan Arwah (The Butterfly House)" akan dimulai dalam waktu dekat dan dijadwalkan untuk tayang di bioskop pada tahun 2025.
Film ini menceritakan sepasang calon suami istri, Salim dan Tasya, memutuskan untuk memindahkan proses foto pre wedding mereka ke rumah keluarga Salim setelah bibi Salim, satu-satunya keluarga sedarah Salim, baru saja meninggal dunia.
Selain harus mengurus pemakaman bibinya, Salim ternyata harus melanjutkan ritual keluarganya untuk membakar dupa setiap hari di sebuah altar yang misterius atau nyawanya akan terancam.
Kehadiran mereka dan tim foto pre wedding di rumah itu membuat arwah leluhur Salim yang meninggal di masa pendudukan Jepang muncul dan meneror mereka.
Baca juga: Rapi Films merilis film horor baru
Baca juga: Ini tanggapan MUI atas film horor yang memakai istilah-simbol agama
Baca juga: Aming sebut film horor Indonesia semakin pesat di era digital
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024