Pada Senin (5/8), Menteri Pertahanan Inggris John Healey mengatakan pemerintah tidak akan mengerahkan militer untuk menangani kerusuhan.
Di saat yang sama, 28 persen responden menentang gagasan melibatkan militer untuk menekan gelombang kerusuhan.
Laporan itu membahkan bahwa 52 persen warga Inggris berpendapat bahwa polisi telah melakukan upaya terbaik dalam menangani kerusuhan, namun persentase yang sama dari responden percaya bahwa respons mereka terhadap aksi kerusuhan tersebut tidak cukup keras.
Selain itu, 64 persen responden mendukung penggunaan gas air mata terhadap para pengunjuk rasa, dengan 75 persen mendukung meriam air dan alat kejut, demikian menurut laporan yang dibacakan pada Selasa, dan menambahkan bahwa 72 persen warga Inggris mendukung gagasan pemberlakuan jam malam.
Jajak pendapat tersebut dilakukan pada 5-6 Agustus dan survei dilakukan terhadap 2.114 responden.
Pengunjuk rasa sayap kanan berunjuk rasa menentang masuknya imigran di seluruh negeri menyusul laporan yang belum dikonfirmasi menunjukkan pelaku serangan penikaman mematikan pada 29 Juli di klub dansa anak-anak di Southport adalah seorang pengungsi.
Pelaku kemudian diidentifikasi sebagai seorang anak laki-laki kelahiran Wales keturunan Rwanda.
Serangan tersebut terjadi pada tanggal 29 Juli, mengakibatkan kematian tiga anak dan melukai beberapa lainnya. Polisi menangkap anak laki-laki berusia 17 tahun tersebut dan menuduhnya dengan tiga dakwaan pembunuhan dan 10 dakwaan percobaan pembunuhan.
Serangan tersebut tidak dianggap sebagai tindakan terorisme.
Sumber: Sputnik-OANA
Baca juga: Inggris alami gelombang kerusuhan terburuk sejak 13 tahun
Baca juga: PM Inggris: Para perusuh ekstrem kanan akan menyesali tindakan mereka
Baca juga: Jerman geram atas gelombang kerusuhan xenofobia di Inggris
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024