Bangkok (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand pada Rabu (7/8) membubarkan partai oposisi utama Partai Pergerakan Maju (Move Forward Party/MFP), dan memutuskan bahwa upaya partai tersebut untuk mengamendemen undang-undang (UU) tentang larangan pencemaran nama baik keluarga kerajaan melanggar konstitusi.
Para hakim dengan suara bulat memerintahkan pembubaran MFP dan melarang 11 anggota dewan eksekutif partai tersebut berpartisipasi dalam kegiatan politik selama 10 tahun.
Pengadilan tersebut menyatakan bahwa kampanye MFP untuk mengamendemen UU larangan pencemaran nama baik kerajaan dianggap sebagai upaya untuk merongrong monarki konstitusional negara.
Enam anggota parlemen yang sebelumnya menjabat sebagai anggota dewan eksekutif partai yang dibubarkan itu kini telah kehilangan status sebagai anggota parlemen, termasuk mantan pemimpin partai Pita Limjaroenrat dan Chaithawat Tulathon, serta Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Thailand Padipat Suntiphada, menurut putusan pengadilan.
Usai pembacaan putusan tersebut, Pita mengatakan bahwa kelompoknya akan tetap melanjutkan agenda politik mereka meski tanpa kehadirannya, dan rincian pembentukan partai baru akan dipublikasikan pada Jumat (9/8).
"Saya akan memastikan bahwa saya akan meneruskan tongkat estafet ini kepada generasi pemimpin berikutnya," katanya dalam sebuah konferensi pers.
Pembubaran ini dilakukan setelah Komisi Pemilihan Umum Thailand mengajukan petisi ke MK untuk memerintahkan pembubaran MFP, menyusul keputusan pengadilan yang sama pada Januari yang memerintahkan partai tersebut untuk menghentikan segala upaya yang bertujuan untuk menghapus atau mengamendemen UU pencemaran nama baik kerajaan.
Hukum lese-majeste, atau Pasal 112 Hukum Pidana Thailand, menetapkan bahwa siapa pun yang mencemarkan nama baik, menghina, atau mengancam raja, ratu, ahli waris, atau bangsawan akan dihukum dengan hukuman penjara selama tiga hingga 15 tahun.
MFP muncul sebagai partai terbesar di majelis rendah Majelis Nasional Thailand dalam pemilihan umum tahun lalu, namun kandidat perdana menterinya gagal mendapatkan dukungan mayoritas dari anggota parlemen.
Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2024