Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) mencatat hingga Juli 2006 ada 25 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang masuk dalam pengawasan khusus akibat penurunan rasio kecukupan modal (CAR) dan rendahnya rasio dana. "Dari total 1.935 BPR, ada 25 yang masuk pengawasan khusus. Jumlahnya relatif tidak besar dan mereka biasanya bisa segera keluar setelah menambah modal. Jadi mereka dalam proses penyehatan dan akan diperhatikan terus," kata Direktur Pengawasan BPR BI, Irman Djaja Dalimi, di Jakarta, Selasa. Menurut Irman, ke-25 BPR itu masuk dalam pengawasan khusus BI karena nilai CAR yang di bawah empat persen dan cash ratio di bawah tiga persen dalam waktu enam bulan. Dari jumlah tersebut, 11 BPR berada di Bandung, satu di Semarang, dua di Solo, dua di Banda Aceh, dua di Surabaya, dua di Malang dan lima BPR kantor pusat. Ia mengatakan, dari beberapa kejadian BPR yang masuk pengawasan khusus, upaya yang dilakukan untuk menambah modal biasanya dilakukan dengan merger atau bergabung dengan BPR lain, seperti yang telah terjadi sejak tahun 2005. "Ada 200 BPR yang merger sejak tahun 2005. Sebanyak 20 BPR juga melakukan merger pada Juni lalu," tambahnya. Irman mengatakan, meski ada 25 BPR yang masuk dalam pengawasan khusus, secara umum kinerja BPR sangat sehat dengan jumlah CAR mencapai 18,93 persen, dan loan to deposit ratio (LDR, rasio pinjaman terhadap simpanan pihak ketiga) 79,4 persen. Total aset BPR hingga Juli mencapai Rp21,4 miliar, total kredit Rp16,45 miliar, jumlah tabungan Rp4,24 miliar dan deposito Rp10,5 miliar. Sementara untuk jumlah kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) pada Juli 2006 secara gross mencapai 9,52 persen dan NPL net 7,17 persen. Jumlah ini meningkat dibanding posisi Juni yaitu NPL gross 9,25 dan NPL net 6,94 persen. Menurut Irman, kenaikan NPL ini dialami BPR-BPR di daerah-daerah bencana seperti Yogyakarta dan Jawa Tengah.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006