Pekanbaru (ANTARA News) - Beberapa kasus gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang ditemukan mati di Riau tanpa gading tetapi masih utuh tulang belulangnya, namun kasus kematian gajah di kawasan hutan Tesso Nilo Kabupaten Pelalawan jangankan gading atau caling, tulang belulangnya pun lenyap. Kondisi mengenaskan itu ditemukan ANTARA di kawasan hutan Tesso Nilo Kilometer 60 Dusun Tasik Indah Desa Segati Kecamatan Langgam, Selasa (19/9), sekitar 180 kilometer dari Pekanbaru. Bangkai gajah tersebut berada di areal kawasan hutan yang telah terbakar, meski masih berbau menyengat namun tubuhnya telah hancur tanpa secuilpun tulang belulangnya. Yang terlihat hanya sobekan kulit, telapak kaki dengan diameter sekitar 30 centimeter yang mengelupas dan kotoran gajah yang cukup banyak terdapat di sekitarnya. Bangkai hewan langka tanpa gading dan tulang itu meski berada di kawasan hutan Tesso Nilo yang telah terbakar namun berada tidak jauh dari lingkungan penduduk dan berbatasan dengan perkebunan sawit. Tidak ada penjelasan dari masyarakat sekitar ketika ANTARA menemui masyarakat, bahkan warga yang umumnya petani itu memandang curiga dan tutup mulut ketika diajak bicara. Padahal, bangkai gajah tersebut hanya berjarak sekitar 200 meter dari jalan koridor yang dibangun PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Diracun Seorang tokoh masyarakat Langgam, Hamzah (56) ketika memberikan informasi kepada ANTARA, mengakui hewan besar itu mati mengenaskan karena diracun. "Saya menemukan seonggok beras yang berisikan campuran semen dan sabun batangan yang berisikan racun potasium," ujarnya ketika melihat langsung kondisi bangkai gajah itu lima hari lalu. Menurut dia, sabun batangan ditempatkan oleh si pelaku dengan menjepitkannya dengan ranting kayu lalu ditancapkan di tempat yang dilalui gajah. Sebelumnya sabun batang itu dibelah dua dan diisi dengan serbuk berwarna hitam. Sedangkan, beras yang dicampur dengan semen teronggok beralaskan plastik diatas sebatang kayu yang terbakar. "Racun ini sengaja dihidangkan agar disantap gajah," kata Hamzah sambil berlinang air mata. Tetua masyarakat Petalangan (salah satu suku asli di Riau) ini mengakui sangat terpukul atas kematian gajah tersebut karena selama ini ia tidak pernah menemukan dan melihat secara langsung hewan berbelalai itu mati. Ia mengakui, dari informasi masyarakat terdapat tiga ekor gajah yang mati di daerah itu, namun dirinya hanya menemukan satu ekor. "Tiga ekor gajah itu dari lima ekor gajah yang kerab berada di kawasan hutan itu," ungkap Hamzah yang bergelar Datuk Antan Batin Rajo. Ia menyayangkan sikap oknum masyarakat yang membunuh dengan sengaja hewan bertubuh besar itu dan telah mengetahui pelakunya, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. "Hewan ini sebetulnya tidak menganggu, itu kawasan dia sebab kami ini hidup berdampingan dengan gajah. Hanya saja warga yang baru datang ke kawasan itu merasa terganggu dan meracuninya," ujar Hamzah. Sementara itu, Kepala Seksi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau Nukman, ketika dihubungi mengakui baru mendapat kabar tentang kematian gajah tersebut. Menurut dia, dari pemetaan lokasi tempat gajah tersebut ditemukan mati, berada di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Nusawana Raya, group PT Siak Raya Timber yang diklaim dan dirambah masyarakat untuk kebun sawit. "Lokasi tersebut termasuk dalam rencana perluasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN)," ungkap Nukman. Menurut dia, gajah yang ditemukan menjadi bangkai itu merupakan gajah di kawasan hutan Tesso Nilo bagian Utara yang mempunyai jelajah Rantau Kasih-Bakung-Segati-Langgam. Kelompok gajah di belahan Utara hutan Tesso Nilo ini berjumlah sekitar 30-40 ekor. (*)

Copyright © ANTARA 2006