...meskipun 100 persen merupakan produksi Indonesia, bagaimanakah pertanggungjawabannya sebagai representasi identitas nasional, jika secara tekstual hanyalah mengacu dramaturgi film Hollywood...
Jakarta (ANTARA News) - Orasi Sinema berjudul "Film Indonesia dan Identitas Nasional dalam Kondisi Pascanasional" menjadi salah satu rangkaian acara dalam memperingati hari Film Nasional yang jatuh pada tanggal 30 Maret nanti.

Dalam orasinya, Seno Gumira Ajidarma mengemukakan film Indonesia ditetapkan sebagai film nasional umumnya berdasarkan pertimbangan teritorial: dibuat oleh orang Indonesia, dibuat di Indonesia dengan modal Indonesia, dan mengangkat persoalan Indonesia.

"Dengan kata lain, meskipun 100 persen merupakan produksi Indonesia, bagaimanakah pertanggungjawabannya sebagai representasi identitas nasional, jika secara tekstual hanyalah mengacu dramaturgi film Hollywood," katanya saat berorasi di Galeri Indonesia Kaya, Kamis (27/3) malam.

Film dapat terhubung dengan identitas nasional dengan pertimbangan fungsional, yaitu dengan tidak meminjam bahasa Hollywood dan pertimbangan relasional, hubungan film dengan kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.

Menurutnya, dengan melihat pertimbangan relasional, film Indonesia yang beredar di festival internasional dengan modal non-Indonesia, contohnya garapan Garin Nugroho, mendapat fungsinya sebagai representasi negara.

"Secara tekstual terhubungkan dengan kuat kepada akar budaya, yakni dalam kenyataannya non-Hollywood," jelasnya.

Setelah tahun 1998, Seno mencatat pencapaian penting sinema Indonesia. Penacapaian film bukan terletak pada urusan artistik, maupun tingkat kelarisannya sebagai barang dagangan, film adalah media perjuangan ideologi. Perempuan sineas yang ada juga berhubungan dengan perjuangan ideologi.

Mengutip Yvonne Michalik dalam "Indonesian Women Filmmakers", terdapat pertanyaan gugatan, perlawanan, dan tuntutan kesetaraan dalam film-film para perempua sutradara ini atas kedudukan perempuan. Para perempuan sineas itu tidak hanya terjun sebagai sutradara, tetapi juga produser, penulis skenario, penyunting, dan kamerawan. Mereka mengambil alih posisi yang sebelumnya didominasi laki-laki.

"Dengan kata lain, garis bawah pencapaian sinema Indonesia mutakhir memang juga dalam dimensi artistik maupun komersial. Tetapi, yang lebih perlu dinyatakan sekarang adalah pencapaiannya dalam bidang politik, tepatnya politik gender."

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama Badan Perfilman Indonesia mengadakan serangkaian kegiatan untuk memperingati Hari Film Nasional ke-64.

Di Jakarta, selain Orasi Sinema, akan diadakan juga diskusi film di Djakarta Theater pada 1 April dengna pembicara Garin Nugroho. Puncak peringatan Hari Film Nasional akan diadakan pada 1 April di tempat yang sama dengan pemutaran "Darah dan Doa" karya Usmar Ismail.

30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional mengacu pada hari pertama pengambilan gambar film "Darah dan Doa".

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014