Studi tersebut menemukan bahwa 2023-2024 mencatatkan jumlah insiden tertinggi kedua sejak Everytown mulai mendata kekerasan senjata di sekolah-sekolah lebih dari satu dekade yang lalu. Tahun ajaran 2021-2022, saat anak-anak untuk pertama kalinya kembali ke sekolah setelah ditutup karena pandemi, melaporkan angka tertinggi untuk insiden kekerasan senjata api di lingkungan sekolah.
Para peneliti meninjau laporan media mengenai insiden penembakan di sekolah AS dan menemukan sedikitnya 144 insiden kekerasan senjata, yang mereka definisikan sebagai setiap kali senjata api diletuskan di area sekolah, pada tahun ajaran lalu. Kekerasan tersebut mengakibatkan 36 orang tewas dan 87 lainnya terluka. Sebanyak 46 anak mengalami luka tembak di berbagai lingkungan sekolah pada tahun ajaran sebelumnya.
David Riedman, seorang peneliti dalam proyek ini sekaligus pendiri K12SSDB, mengaitkan peningkatan tersebut dengan "akses yang mudah untuk memperoleh senjata api", sementara yang lain menyalahkan masalah ini pada kurangnya langkah-langkah keamanan yang kuat di sekolah dan krisis kesehatan mental di kalangan anak muda yang akhirnya membawa senjata api ke sekolah.
"Data tersebut mengusulkan agar kita mempertimbangkan gambaran yang lebih besar tentang sekolah-sekolah yang dikacaukan oleh keberadaan senjata dan anak-anak yang terpapar pada tembakan, bukan hanya insiden paling mengerikan yang melibatkan kematian dan luka-luka," lansir USA Today dalam laporannya pada Jumat tentang temuan tersebut.
Pewarta: Xinhua
Editor: Citro Atmoko
Copyright © ANTARA 2024