Di sebuah lereng batu andesit di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, puluhan kursi plastik berwarna cokelat di halaman Kantor Desa Taman Ayu yang semula kosong mulai terisi oleh orang-orang dengan ekspresi canggung.
Arloji menunjukkan pukul 08.00 waktu setempat, tepat saat pembawa acara mengumumkan dimulainya upacara pengibaran Bendera Merah Putih dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ke-79 Republik Indonesia.
Suasana seketika hening meski ada puluhan orang berkumpul di kantor desa. Sesekali suara sepeda motor yang melintas terdengar agak berisik.
Itu adalah waktu paling menegangkan bagi Slamet dan beberapa penyandang disabilitas lain yang menjadi petugas upacara bendera. Dedaunan pohon yang menghalangi sinar matahari pagi membentuk cahaya-cahaya kecil di atas tanah bagaikan lampu sorot.
"Saya bertanya di dalam hati yang grogi, akhirnya saya paksakan. Kita sama-sama manusia, maka saya buang rasa malu," kata Slamet.
Pria berusia 23 tahun penyandang tuna daksa itu bertugas sebagai pembawa Bendera Merah Putih. Ia diapit oleh dua perempuan berkerudung merah dengan kaos lengan panjang bertuliskan kader asuh, lalu di belakang ada seorang pria yang mendorong kursi roda yang diduduki Slamet.
Ketika pembawa acara mengatakan kegiatan selanjutnya adalah pengibaran Bendera Merah Putih, seketika wajah Slamet menjadi pucat. Tatapannya lurus ke depan tanpa menghiraukan puluhan pasang mata yang menatap ke arahnya.
Tiga orang pendamping dari kader asuh memandunya hingga ke bawah tiang bendera yang berada di samping kiri kantor desa. Bendera Merah Putih yang Slamet pegang mulai diikatkan pada tali tambang plastik.
Bendera dibentangkan, lalu pemimpin upacara memerintahkan seluruh peserta upacara untuk memberikan sikap hormat kepada Bendera Merah Putih yang ditarik naik ke atas tiang sembari diiringi lagu Indonesia Raya.
Seberkas kekuatan muncul dari dalam diri Slamet untuk meyakini masa depan bahwa dinamika sosial harus dihadapi meski ada kekurangan secara fisik.
Arti merdeka
Di Desa Taman Ayu, itu adalah upacara peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia pertama yang melibatkan kalangan disabilitas. Pemerintah desa berupaya agar rasa percaya diri para penyandang disabilitas bisa tumbuh dan mereka dapat menikmati aktivitas sosial di luar rumah.
Ketua Forum Disabilitas Taman Ayu Muhidin (37 tahun) yang juga penyandang tuna daksa mengatakan ada 84 disabilitas di desanya dan satu sudah meninggal dunia, sehingga kini menyisakan 83 orang yang mayoritas penyandang disabilitas fisik.
Rasa bahagia, senang, dan haru bercampur menjadi satu membentuk pelangi yang terpatri dalam bening bola mata. Bagi disabilitas, menjadi petugas upacara bukan hal yang mudah dan mereka harus berlatih selama lima hari demi keberhasilan pengibaran bendera.
Upacara adalah kegiatan yang melelahkan dalam menghadapi kenyataan berada di luar rumah. Kesetaraan adalah nikmat paling berharga yang mereka rasakan.
Di bawah Bendera Merah Putih yang berkibar mengikuti hembusan angin laut, sikap sempurna dan tatapan penuh harapan terpancar menengadah langit. Kesempatan itu tidak pernah bisa dibeli oleh apapun.
Kegiatan memperingati hari kemerdekaan negara ini tidak hanya dilaksanakan oleh sekolah maupun lembaga pemerintahan, bahkan disabilitas juga bisa melaksanakan upacara pengibaran Bendera Merah Putih setiap tanggal 17 Agustus. Kemerdekaan yang diperingati adalah kemerdekaan seluruh warga negara Indonesia, termasuk disabilitas.
Dari halaman Desa Taman Ayu yang hanya berjarak satu kilometer dari selat yang menjadi pembatas antara Pulau Lombok dan Pulau Bali, semangat untuk tidak berkecil hati dengan segala keterbatasan menyeruak ke segala arah.
Ketika upacara berakhir, degup jantung Slamet dan Muhidin yang sebelumnya tidak teratur dengan napas yang terengah-engah perlahan mulai stabil menemukan ritme yang selaras. Rasa percaya diri mulai bangkit menguasai diri mereka dalam balutan kesetaraan bahwa semua orang berhak memiliki kemerdekaan.
Setara dalam bekerja
Pemerintah Desa Taman Ayu mengupayakan agar disabilitas bisa mandiri secara ekonomi. Dalam setiap perencanaan pembangunan desa, disabilitas ikut terlibat.
Kepala Desa Taman Ayu Muhamad Tajudin mengatakan PT Indonesia Power yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU Jeranjang di Lombok Barat membuka ruang bagi Forum Disabilitas Taman Ayu untuk bekerja menyediakan makanan bagi para pekerja PLTU.
Pemerintah desa menyiapkan disabilitas untuk terjun ke layanan jasa boga. Usaha katering hanya sedikit menyerap tenaga kerja, sehingga sektor pertanian dan peternakan diharapkan menjadi penopang agar ekonomi para disabilitas bisa lebih mandiri.
Desa Taman Ayu sudah memiliki kebun kesetaraan yang menjadi tempat bagi disabilitas, terutama tuna wicara, untuk bekerja menanam sayuran. Kebun kesetaraan inilah yang nanti menyuplai kebutuhan serat dan vitamin untuk menu katering.
Para disabilitas juga diberdayakan untuk menjadi peternak ayam petelur dan peternak ikan. Seorang pemilik tambak berkomitmen menghibahkan tambak untuk dikelola oleh disabilitas tanpa bayar sewa dan pemerintah desa menyiapkan benih.
Kebun kesetaraan sudah tersedia dan tambak ikan sedang berproses. Kini yang belum terwujud adalah kandang untuk ayam petelur. Dari telur, ikan, dan sayuran itulah yang nanti diolah menjadi menu katering.
Pemerintah desa sudah mengidentifikasi disabilitas yang akan bekerja pada sektor pertanian dan peternakan tersebut untuk menyuplai bahan baku katering, termasuk tuna netra juga bisa ikut bekerja.
"Program itu sedang kami upayakan ke Indonesia Power karena mereka punya standar dan kami siap mengikuti semua standar perusahaan mulai dari kebersihan, kadar kalori, label halal, hingga sertifikasi BPOM," kata Tajudin.
Bila program itu diterima oleh anak usaha PT PLN (Persero) tersebut, maka target tahun 2025, disabilitas Desa Taman Ayu mandiri secara ekonomi bisa berjalan mulus dan terwujud.
Disabilitas yang sebelumnya hanya berdiam di dalam rumah menanti bantuan datang atau terkungkung di tempat-tempat isolasi bisa merasakan arti dari kemerdekaan yang sesungguhnya. Keterbatasan fisik bukan lagi menjadi hambatan dalam bekerja maupun bersosialisasi.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024