Jadi jangan tanya pemerintah terus, tanya Freeport jugaJakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut negosiasi perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI) sudah hampir rampung.
"IUPK PT Freeport sekarang sudah hampir selesai, tapi Freeportnya yang agak lambat," kata Bahlil seusai Serah Terima Jabatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Kabinet Indonesia Maju Sisa Masa Jabatan Periode 2019-2024 di Jakarta, Senin.
Menurut Bahlil, pihak Freeport sendiri masih lambat dalam menyiapkan syarat-syarat yang dibutuhkan.
Bahlil menegaskan salah satu kendala utama dalam proses ini adalah Freeport belum sepenuhnya menyelesaikan berbagai persyaratan yang telah ditetapkan. Negosiasi antara Freeport dan BUMN juga masih berlangsung dan belum mencapai titik final.
"Lambat dalam menyiapkan berbagai syarat yang menjadi negosiasi, termasuk negosiasi dengan BUMN belum selesai," ucap Bahlil.
Mantan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) itu menuturkan keterlambatan bukan sepenuhnya dari pihak pemerintah, melainkan karena Freeport belum sepenuhnya memenuhi kewajiban.
Sebagai langkah lebih lanjut, Bahlil meminta agar perhatian tidak hanya tertuju pada pemerintah, namun dia menyarankan agar pertanyaan juga diajukan kepada Freeport mengenai kelambatan mereka dalam menyelesaikan persyaratan dan negosiasi.
"Jadi jangan tanya pemerintah terus, tanya Freeport juga," ucap Bahlil.
Sebelumnya, saat menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan perpanjangan IUPK PT Freeport Indonesia (PTFI) akan terbit sebelum periode Kepresidenan Joko Widodo (Jokowi) selesai.
Karena 2041 (IUPK Freeport) selesai, kalau tidak (diperpanjang) siapa yang mengelolanya? Nah dalam perpanjangannya nanti, akan kita urus sebelum pemerintahan selesai,” ujar Bahlil dalam Kuliah Umum di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang dipantau secara daring dari Jakarta, Kamis (11/7).
Bahlil mengatakan sejak 2018, Indonesia sudah memegang saham Freeport sebesar 51 persen, dengan rincian sebesar 10 persen dipegang oleh BUMD Papua, dan 41 persen dikelola oleh pemerintah pusat melalui BUMN, tepatnya MIND ID.
Oleh karena itu, menjelang perpanjangan IUPK Freeport, Bahlil mengatakan Indonesia akan mendapatkan saham sebesar 10 persen, sehingga saham Freeport yang dipegang oleh Indonesia menjadi 61 persen.
Lebih lanjut, Bahlil juga mengatakan bahwa berdasarkan laporan Freeport pada 2024, pemerintah sudah balik modal atau mencapai titik break-even dari pembelian saham Freeport sebesar 51 persen pada 2018.
“Insya Allah, pada 2024, laporan dari Freeport, itu uang yang kita pakai untuk membeli itu, sekarang sudah kembali modal. Jadi kita sudah untung,” ucapnya.
Selain membahas perpanjangan IUPK Freeport dan proses pembelian saham, Bahlil juga menyinggung pentingnya hilirisasi hasil tambang Freeport untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh Indonesia.
Kesadaran akan pentingnya hilirisasi inilah yang menjadi latar belakang dari pembangunan tempat peleburan (smelter) tembaga yang dibangun oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) di Manyar, Gresik, Jawa Timur.
“Pada 2021, kami paksakan segera bangun smelter. Dan nilainya sekarang 3 miliar dolar AS, dibangun di Gresik (Jawa Timur),” kata Bahlil.
Di sisi lain, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas menjelaskan Smelter PT Freeport Indonesia dirancang untuk memurnikan 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun, dan bersama dengan smelter yang dioperasikan PT Smelting, total kapasitas pemurnian mencapai 3 juta ton per tahun.
Smelter tersebut diperkirakan akan menghasilkan sekitar 1 juta ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak per tahun.
Baca juga: Freeport dorong industri dalam negeri manfaatkan produk Smelter Gresik
Baca juga: TNI AL dan Freeport Indonesia kerja sama bangun dermaga di Timika
Baca juga: Airlangga resmikan smelter PT Freeport Indonesia di Gresik
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024