Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mewaspadai keterlambatan penangan batuk rejan atau pertusis, khususnya pada bayi dan anak karena dapat menimbulkan komplikasi yang membahayakan.
Ketua Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropis IDAI sekaligus dokter spesialis anak konsultan Anggraini Alam menjelaskan kuman penyebab batuk rejan membawa lima toksin yang dapat menyebabkan saluran pernafasan seperti lumpuh.
“Jadi toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut, membuat penderitanya tidak bisa mengeluarkan dahak. Kemudian kumannya menetap bahkan lebih parah lagi, dahaknya banyak yang dihasilkan, tapi tidak bisa keluar. Bayangkan semua hal tersebut terjadi sampai bisa berbulan-bulan,” kata Anggraini dalam Media Briefing secara daring di Jakarta pada Jumat.
Ia menyebutkan salah satu komplikasi dari batuk rejan yang paling berbahaya ialah bayi penderita batuk tersebut tidak begitu terdengar suara batuknya, hanya muka yang memerah dengan tidak disertai demam tinggi. Alhasil, orang tua kerap kali tidak menyadari jika bayi mereka menderita batuk rejan.
Baca juga: IDAI giatkan edukasi pencegahan batuk rejan di musim pancaroba
Baca juga: Bahaya yang mengintai jika pertusis tidak segera diobati
Baca juga: IDAI giatkan edukasi pencegahan batuk rejan di musim pancaroba
Baca juga: Bahaya yang mengintai jika pertusis tidak segera diobati
“Tapi kalau terkena pada bayi tidak terdengar batuknya, tapi mukanya sampai merah, sampai biru, akhirnya stop nafasnya. Ada yang perdarahan bisa di mata, serta bisa diikuti infeksi faring, serta kejang-kejang,” ucapnya.
Sementara itu pada pasien anak-anak bahkan orang dewasa, ia mengatakan batuk rejan dapat menyebabkan tulang patah, hernia hingga pendarahan akibat batuk keras yang berkepanjangan. Paru-paru yang semula mengembang dengan baik, lanjutnya, dapat menjadi kolaps karena adanya dahak atau lendir pada saluran pernapasan.
Kondisi yang demikian tentu membuat pasien kesulitan melakukan aktivitas makan dan minum sehingga pada gilirannya batuk rejan juga menyebabkan pasien mengalami malnutrisi, tidak mau makan, bahkan dehidrasi.*
Baca juga: IDAI: Pertusis di Indonesia banyak yang tidak terdata
Baca juga: Dinkes Sulsel terbitkan edaran persiapan antibiotik waspada pertusis
Baca juga: IDAI: Pertusis di Indonesia banyak yang tidak terdata
Baca juga: Dinkes Sulsel terbitkan edaran persiapan antibiotik waspada pertusis
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024