Sementara itu pada Senin (25/8), media melaporkan bahwa kabinet koalisi sayap kanan Netanyahu diboikot oleh para pemimpin masyarakat di wilayah-wilayah utara yang diduduki Israel.
Yair Lapid pada Sabtu (24/8) kembali menuntut Netanyahu mundur dari jabatannya karena dianggap menghalangi jalan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza serta pertukaran tawanan dengan kelompok Hamas.
Lapid mengecam rezim Netanyahu karena bersikeras melanjutkan perang dan mengabaikan nasib para tawanan yang ditahan di Jalur Gaza.
“Netanyahu harus pergi; dia harus mundur dari jabatannya pada 8 Oktober," kata Lapid, menegaskan.
Mantan perdana menteri Israel Ehud Barak memperingatkan akan aksi Netanyahu, dan mengatakan perdana menteri tersebut harus segera dicopot.
"Pengendalian poros Philadelphi (perbatasan Gaza dengan Mesir) bukan kepentingan kita," kata Barak. Ia merujuk pada syarat baru yang diajukan Netanyahu untuk gencatan senjata.
Menurutnya, Netanyahu tidak memenuhi syarat untuk memerintah Israel dan "telah menyeret kita ke neraka".
Kabinet koalisi diboikot kepala otoritas lokal di wilayah pendudukan di utara akibat perbuatan militer rezim yang telah memaksa pemukim Zionis meninggalkan wilayah tersebut, demikian dilaporkan media pada Senin.
Kami telah memutuskan untuk memboikot kabinet Netanyahu sampai menemukan solusi untuk memulangkan mereka ke rumahnya, demikian pengumuman kepala otoritas setempat, menurut Kantor Berita IRNA yang mengutip laporan media pada Senin pagi.
Para kepala otoritas itu menyatakan memboikot kabinet Netanyahu sampai ada solusi untuk memulangkan para pemukim ke rumah mereka.
Sumber: IRNA-OANA
Baca juga: Jaksa ICC desak hakim segera putuskan surat penangkapan Netanyahu
Baca juga: Biden desak Netanyahu segera selesaikan pembicaraan gencatan senjata
Netanyahu sebut gencatan senjata takkan terjadi sampai Hamas hancur
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024