Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diujiJakarta (ANTARA) - Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknolgi Bandung (ITB) IAkhmad Zainal Abidin menyatakan hasil penelitian terbaru terhadap air minum dalam kemasan (AMDK) galon berbahan polikarbonat (PC) tidak menunjukkan adanya kandungan zat berbahaya Bisphenol-A (BPA).
Kelompok Studi Polimer Institut Teknologi Bandung (ITB), tambahnya, melakukan penelitian yang menguji keamanan dan kualitas air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat (PC) dari berbagai merek ternama di Provinsi Jawa Barat.
Dikatakannya, studi tersebut berfokus untuk mendeteksi peluruhan atau migrasi BPA dari kemasan galon berbahan polikarbonat ke dalam air minum terhadap empat sampel dari merek AMDK terpopuler.
"Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel AMDK yang diuji," ujarnya melalui keterangannya di Jakarta, Selasa.
Artinya, menurut dia, kadar BPA masih sangat aman, berada jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan otoritas keamanan pangan nasional dan internasional, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Penelitian ini menunjukkan semua sampel air minum yang diuji terbukti aman untuk dikonsumsi masyarakat dan telah sesuai dengan standar serta regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga standar internasional," katanya.
Zainal memaparkan penelitian yang dilakukan merupakan bagian dari upaya mengedukasi masyarakat mengenai kualitas dan keamanan AMDK yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, terpercaya, dan independen.
Penelitian tersebut mengikuti metode uji baku keamanan dan kualitas air minum nasional dan internasional, baik standar dari BPOM, SNI, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), maupun American Public Health Association (APHA), dengan menggunakan detail analisis kimia dari
Association of Official Analytical Chemist International (AOAC).
Ditambahkannya penelitian dilakukan menggunakan alat ukur canggih yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terkenal akan ketepatan akurasinya, dengan nilai Limit of Detection (LoD) sebesar 0,0099 mikrogram per liter (mcg/L), sedangkan, menurut Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019, ambang batas maksimum migrasi BPA dalam wadah penyimpanan adalah 600 mikrogram per liter (0,6 ppm).
Lokasi uji dan pengambilan sampel penelitian, lanjutnya, dilakukan di Provinsi Jawa Barat, sebagai wilayah dengan jumlah sarana produksi industri AMDK terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan data Direktorat Registrasi Pangan Olahan BPOM, menurut dia, Jawa Barat memiliki jumlah fasilitas terbanyak dengan 193 fasilitas, diikuti oleh Jawa Timur dengan 166 fasilitas, dan Sulawesi Selatan dengan 158 fasilitas dari total 1.247 fasilitas produksi AMDK di seluruh Indonesia pada 2022.
Zainal menjelaskan BPA pertama kali dibuat pada tahun 1891, telah digunakan secara luas terutama dalam pembuatan plastik polikarbonat. BPA tahan terhadap suhu dari -40 hingga 145 derajat Celcius.
Selain digunakan dalam produk kemasan pangan, BPA juga ditemukan dalam berbagai produk sehari-hari lainnya seperti tambal gigi, makanan dan minuman kaleng, serta kertas termal yang digunakan untuk struk belanja.
"BPA ini tidak lepas dari kehidupan sehari-hari kita. Suka tidak suka, sadar tidak sadar kita terpapar oleh BPA. Jadi, hal yang perlu diperhatikan pada kemasan ini adalah batas aman, dan itu sudah diatur oleh regulator, dalam hal ini BPOM," katanya.
Baca juga: BPOM terbitkan SE minta perusahaan AMDK sertakan uji lab bromat
Baca juga: BPKN: jangan pilih AMDK dengan kandungan bromat berlebih
Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024