"Pilkada serentak ini akan dilaksanakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, yang mana masing-masing daerah memiliki karakteristik tantangan kerawanan yang berbeda-beda,"
Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Ardli Johan Kusuma mengatakan, partisipasi masyarakat dalam pengawasan pada Pilkada serentak penting, agar bisa menjangkau hingga tingkat terbawah.
"Pilkada serentak ini akan dilaksanakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, yang mana masing-masing daerah memiliki karakteristik tantangan kerawanan yang berbeda-beda," kata Ardli saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, dengan adanya peta kerawanan dari Bawaslu dan juga kesiapan keamanan dari pemerintah untuk memetakan pencegahan terjadinya konflik pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tentu merupakan langkah yang tepat.
Selain itu kata Ardli, peranan masyarakat sipil juga dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam mengawal pesta demokrasi lima tahunan yang pertama kali digelar serentak hampir di seluruh Indonesia.
Namun demikian, lanjut Ardli, Pilkada serentak ini akan dilaksanakan hampir di seluruh wilayah Indonesia, yang mana masing-masing daerah memiliki karakteristik tantangan kerawanan yang berbeda-beda.
"Sehingga tantangan terkait pengawasan dalam pilkada serentak tentunya juga sangat kompleks," ujarnya.
Ia menambahkan, selain itu faktanya bahwa Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas melakukan pengawasan pemilu tentunya memiliki keterbatasan sumberdaya.
Untuk itu kata Ardli, Bawaslu sebagai badan yang khusus mengawasi jalannya pesta demokrasi tentu sudah mempersiapkan diri, seperti mengadakan apel siaga, berkoordinasi dengan pihak keamanan TNI, Polri dan lainnya.
"Namun langkah yang paling tepat adalah memaksimalkan peran partisipatif dari masyarakat untuk melakukan pengawasan," tuturnya.
Karena ujar Ardli, dengan partisipasi masyarakat maka bisa terwujud sebuah mekanisme pengawasan yang inklusif di mana pemerintah bisa melibatkan masyarakat sipil untuk meminimalisir terjadinya kecurangan ataupun pelanggaran dalam proses pilkada serentak nanti.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI berkoordinasi dengan stakeholder atau pemangku kepentingan yang meliputi pemerintah daerah, aparat kepolisian, aparat TNI, serta aparat keamanan lainnya terkait hasil dari pemetaan kerawanan sebagai langkah mitigasi.
“Kami akan berkoordinasi dengan stakeholder yang terkait untuk memastikan agar ada mitigasi jika ada keamanan yang terganggu,” ujar Ketua Bawaslu Rahmat Bagja usai peluncuran "Pemetaan Kerawanan Pemilihan Serentak 2024" di Jakarta, Senin (26/8).
Adapun yang ia maksud dengan kerawanan, yakni segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses pemilihan yang demokratis.
Bagja telah mengungkapkan terdapat lima provinsi dengan tingkat kerawanan yang tinggi, seperti Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, serta Jawa Timur.
Bagja menjelaskan bahwa skor dari kelima provinsi tersebut tergolong tinggi karena memenuhi empat dimensi indikator kerawanan pemilu, yakni dimensi sosial politik, dimensi pencalonan (kontestasi), dimensi kampanye (penyelenggaraan pemilu dan kontestasi), serta dimensi pungut hitung (penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi).
Sebagai contoh, Bagja merujuk pada kerawanan yang sudah terjadi pada dimensi pencalonan, yakni perubahan regulasi secara mendadak akibat putusan Putusan Mahkamah Konstitusi yang diputuskan pada Selasa (20/8) terkait dengan pilkada, yakni Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024