"Sehingga perlu ada pembaharuan peraturan perundang-undangan senjata api yang diatur hanya dalam satu undang-undang saja," ujar Bamsoet, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.
Hal itu disampaikannya usai menjadi co-promotor dan penguji disertasi Kompol Agusetiawan dengan penelitian berjudul "Rekonstruksi Penegakan Hukum Pidana dalam Pemidanaan Penyalahgunaan Kepemilikan dan Penggunaan Senjata Api", di kampus Universitas Borobudur, Jakarta.
Selain mengatur tentang kepemilikan dan penggunaan, peraturan perundangan terkait senjata api itu nantinya juga akan mengatur tentang penegakan hukum.
"Khususnya mengatur mengenai delik tindak pidana senjata api agar berbagai istilah yang digunakan tidak berbeda pengertian, serta rumusan delik tidak saling tumpang tindih," ujarnya.
Dia mengatakan peraturan perundang terkait senjata api saat ini masih diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948, Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dan Perpu Nomor 20 Tahun 1960.
Adapun, lanjut dia, peraturan turunan dari berbagai undang-undang tentang senjata api tersebut ialah Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Standar Polri, Senjata Nonorganik TNI/Polri Termasuk Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api.
"Di dalamnya mengatur tentang perizinan senjata api olahraga, beladiri, serta untuk pelaksana tugas kepolisian, namun teknis tentang penggunaannya untuk bela diri belum diatur secara rinci," ucapnya.
Dia menyebut setelah adanya pembaharuan undang-undang, barulah kemudian diatur kembali pengaturan pelaksanaan teknis lebih lanjut dalam peraturan turunannya. Misalnya, peraturan pemerintah atau Keppres oleh presiden, peraturan menteri oleh menteri, atau peraturan kepolisian oleh Kapolri.
"Pembaharuan peraturan perundangan dan peraturan turunannya sangat penting agar di dalamnya juga memuat ketentuan yang bersifat khusus dan spesifik tentang hak dan kewajiban pemilik senjata api, termasuk tentang tata cara penggunaan dan mekanisme penegakan etika dan pengawasan terhadap pemilik izin khusus senjata api bela diri," tuturnya.
Dia menerangkan bahwa salah satu bentuk penggunaan senjata api oleh warga sipil adalah untuk keperluan membela diri baik keselamatan nyawa, harta, dan kehormatan diri sendiri atau orang lain. Hal itu dibenarkan hanya dalam keadaan tertentu, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Namun ketentuan lebih lanjut tentang teknis kapan seorang pemilik izin khusus senjata api beladiri bisa menggunakan senjata apinya; serta seperti apa tahapan penggunaannya misal dikokang, diarahkan, atau ditembak ke atas sebagai peringatan sampai saat ini belum ada; begitu pun dalam hal penegakan hukum, penggunaan senjata untuk tindakan peringatan terlebih dahulu dengan tembakan peluru hampa/kosong, peluru karet, hingga menggunakan peluru tajam," katanya.
Hal tersebut, tambah dia seringkali menyebabkan kerancuan, multitafsir, bahkan salah tafsir dari berbagai pihak, baik dari sisi pemilik izin khusus senjata api beladiri maupun dari sisi aparat penegak hukum.
"Karena itu, pembaharuan peraturan perundang-undangan tentang senjata api yang mengatur dari hulu sampai hilir tentang pengaturan kepemilikan, penggunaan, hingga penegakan hukumnya, sangat diperlukan," kata Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri Indonesia (PERIKHSA) itu.
Baca juga: Ketua MPR: Kolaborasi antar perguruan tinggi tingkatkan kualitas
Baca juga: Ketua MPR: Hari Konstitusi perlu jadi refleksi praktik ketatanegaraan
Baca juga: Ketua MPR: Hari Konstitusi rangkaian yang tak terpisahkan dari HUT RI
Baca juga: MPR RI minta Polri usut dugaan peretasan akun Google Bisnis
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024