Hal ini disampaikan Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN Retno Dewi Puspita Sari mewakili Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN dalam seminar daring yang disiarkan di laman media sosial Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPAPP) DKI Jakarta, Rabu.
"Ini menjadi modal utama bagi orang tua bagaimana mengembangkan pengasuhan positif pada anak," katanya.
Hal yang menjadi perhatian terkait parenting ini bahwa jika terdapat kesalahan dalam pola pengasuhan sejak dini, maka tentu saja akan berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak di kemudian hari.
Pengasuhan positif merupakan pola asuh yang dilakukan berdasarkan kasih sayang, saling menghargai, pemenuhan dan perlindungan hak anak. Dengan begitu, terbangun hubungan yang hangat, bersahabat dan ramah antara anak dan orang tua serta menstimulasi tumbuh kembang anak agar optimal.
Baca juga: Jakpus ingatkan pentingnya edukasi asupan gizi untuk cegah stunting
Dalam hal ini, menurut Retno, orang tua perlu diberi pemahaman menjadi sosok hebat yang mampu mendidik anak-anak mereka demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 dan menghadirkan generasi penerus bangsa yang berkarakter.
"Dalam meningkatkan edukasi dan pemahaman orang tua atau keluarga yang terdapat ibu hamil dan baduta, maka hal ini dilakukan penguatannya melalui kelas pengasuhan di kelas bina keluarga balita (BKB)," ujar dia.
Pemberian pemahaman juga dilakukan melalui promosi, kemudian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengasuhan 1.000 hari pertama kelahiran (HPK).
Adapun target capaian untuk promosi dan KIE pengasuhan 1.000 HPK Provinsi DKI Jakarta tahun 2024 sebanyak 93.800 keluarga yang meliputi enam wilayah kabupaten/kota administrasi yang berada di Jakarta.
Pengasuhan positif bisa memberikan dampak positif pada penurunan stunting sekaligus menjadi bagian dalam mewujudkan SDM yang sehat, cerdas dan produktif serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Baca juga: Tekan stunting, Pemkot Jaktim kampanyekan Gemarikan
Saat ini, dalam rangka terwujudnya SDM yang sehat, cerdas dan produktif, Indonesia dihadapkan pada masalah kesehatan yakni kejadian stunting. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan kejadian stunting berada pada angka 21,5 persen.
Sementara, pada 2024, angka ini harus sudah mencapai 14 persen. Karena itu, demi mencapai target ini dibutuhkan peran serta dari berbagai pihak untuk membantu mendukung angka penurunan stunting.
Dia mengingatkan anak yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan yang tidak optimal, lebih rentan terhadap penyakit di masa mendatang dan berisiko menurunnya tingkat produktivitas.
"Pada akhirnya kejadian stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, kemudian meningkatkan kemiskinan dan akan memperlebar ketimpangan," kata Retno.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024