Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Wazir Iman Supriyanto menyebutkan kedua petinggi dimaksud, yakni Pemilik Manfaat PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi yang memperkaya diri Rp2,2 triliun serta Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto yang menerima Rp1,9 triliun.
"Kedua terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara Rp300 triliun dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam menyembunyikan asal usul harta kekayaannya," kata Wazir dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Dengan demikian, perbuatan keduanya diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam persidangan yang sama, terdapat pula General Manager Operational PT Tinindo Inter Nusa (TIN) periode 2017-2020 Rosalina yang turut dibacakan dakwaannya. Meski terlibat dalam kasus tersebut, namun Rosalina tidak menerima uang dan tidak melakukan TPPU.
Untuk itu, Rosalina terancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
JPU menjelaskan Suwito, baik sendiri maupun bersama-sama dengan Direktur PT SIP MB Gunawan, melalui PT SIP dan perusahaan afiliasinya, yaitu CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada serta smelter swasta lainnya, telah melakukan pembelian dan/atau pengumpulan bijih timah dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
"Smelter swasta itu di antaranya, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), PT SBS, CV Vinus Inti Perkasa (VIP), dan PT TIN," tutur JPU.
Suwito, melalui PT SIP, pun menerima pembayaran bijih timah dari PT Timah, yang diketahuinya bijih timah yang dibayarkan tersebut berasal dari penambang ilegal dari wilayah IUP PT Timah. Begitu pula dengan Robert melalui PT SBS.
Secara total dari hasil pembayaran kerja sama sewa peralatan processing (pengolahan) untuk penglogaman timah dan kegiatan penjualan bijih timah ilegal ke PT Timah yang diterima Suwito maupun Robert masing-masing berjumlah Rp2,2 triliun dan Rp1,9 triliun.
Kemudian, JPU menuturkan Suwito melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait dengan sewa-menyewa smelter swasta dengan menyepakati harga sewa smelter yang akan dibayarkan PT Timah tanpa didahului studi kelayakan atau kajian yang memadai sehingga terdapat kemahalan harga.
Negosiasi dilakukan bersama-sama dengan terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT RBT, Pemilik Manfaat CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (MCM) Tamron alias Aon, Robert, Marketing PT TIN periode 2008-2018 Fandy Lingga, Rosalina, Direktur Utama PT RBT, serta Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah.
JPU melanjutkan, Suwito juga melakukan sewa kerja sama peralatan pengolahan untuk penglogaman timah dgn PT Timah, baik sendiri maupun bersama-sama dengan MB Gunawan, Tamron, General Manager Operational CV VIP dan PT MCM Achmad Albani, Direktur Utama CV VIP Hasan Tjhie, serta pengepul bijih timah (kolektor), Kwan Yung alias Buyung.
Lalu, bersama-sama pula dengan Harvey, Suparta, Reza, Pemilik Manfaat PT TIN Hendry Lie, Fandy, Rosalina, serta Robert. Adapun kerja sama itu tidak tertuang dalam Rencana Kerja dan Rancangan Anggaran (RKAB) PT Timah maupun RKAB lima smelter beserta perusahaan afiliasinya.
Baca juga: Tiga petinggi smelter swasta didakwa terlibat korupsi timah
Baca juga: Direktur PT SIP didakwa beli bijih timah dari pertambangan ilegal
Baca juga: Mantan Dirut PT Timah didakwa akomodasi penambangan timah ilegal
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024