"Penuntasan pembahasan RUU PPRT merupakan pekerjaan rumah yang penting karena saya khawatir tidak selesai. Semua pihak harus upayakan RUU ini bisa tuntas atau paling tidak bisa dilanjutkan pembahasan ke periode selanjutnya," kata Rerie, sapaan karib Lestari Moerdijat dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Wakil Ketua MPR ajak semua pihak dukung pengesahan RUU PPRT
Hal itu disampaikannya saat membuka diskusi daring bertema "Bedah RUU PPRT: Implementasi BPJS Ketenagakerjaan dalam Melindungi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Pekerja Sektor Informal" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12.
Menurut dia, hadirnya UU PPRT itu merupakan sebuah keniscayaan yang menawarkan lebih dari sekadar perlindungan bagi pekerja rumah tangga dan sektor informal.
"Meski, mekanisme perlindungan yang saat ini diperjuangkan pada RUU PPRT sebetulnya masih banyak hal yang perlu mendapat perhatian dan campur tangan para pemangku kepentingan agar mewujudkan jaminan sosial yang bisa diaplikasikan pada para pekerja rumah tangga dan informal," tuturnya.
Dia lantas menuturkan bahwa cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan kelompok pekerja bukan penerima upah terbilang rendah per tahun 2024, yakni 11 persen dari total pekerja informal yang sebesar 82,67 juta orang.
"Salah satu kendalanya karena program jaminan sosial ketenagakerjaan tidak dikenal, pemberi kerja enggan mendaftarkan pekerja sebagai peserta penerima manfaat," ujarnya.
Menurut dia, para pemberi kerja harus mampu memahami, mengerti, dan menerapkan sejumlah mekanisme jaminan ketenagakerjaan kepada para pekerjanya.
Dia menilai kriteria pekerja yang dikelompokkan sebagai penerima upah dan bukan penerima upah juga menjadi bagian dari kendala yang dihadapi para pekerja rumah tangga untuk mendapatkan hak dan perlindungan.
Baca juga: Waka MPR minta pimpinan DPR segerakan RUU PPRT jadi UU
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengungkapkan bahwa sejak awal RUU PPRT tidak sama dengan pengaturan pekerja rumah tangga yang diterapkan di luar negeri.
Namun, kata dia, sampai saat ini banyak pihak yang khawatir bahwa RUU PPRT akan melahirkan peraturan ketenagakerjaan yang tidak mudah untuk diterapkan di dalam negeri.
Hal itu, kata dia, berdampak terhadap para pekerja rumah tangga di Indonesia yang sampai saat ini belum mendapatkan mekanisme perlindungan yang layak.
"Dampaknya pekerja migran dari Indonesia bila mendapat permasalahan di luar negeri akan sulit untuk mengatasinya," ujarnya.
Menurut dia, perlu dorongan yang kuat dari para pemangku kepentingan agar proses pembahasan RUU PPRT dapat dilanjutkan pada periode keanggotaan DPR selanjutnya.
Sementara itu, aktivis Jala PRT Lita Anggraini menyebut para pekerja rumah tangga seharusnya juga mendapat jaminan kesehatan, di samping jaminan tenaga kerja, sebab pada dasarnya semua pekerja mengalami risiko yang sama terkait kesehatan mereka.
"Dalam skema jaminan sosial ketenagakerjaan, setidaknya pekerja rumah tangga mendapatkan jaminan hari tua (JHT), jaminan kecelakaan kerja (JKK), dan jaminan kesehatan (JK)," kata dia.
Baca juga: Waka MPR minta pimpinan DPR percepat pembahasan RUU PPRT jadi UU
Baca juga: Legislator desak pembahasan RUU PPRT dilanjutkan DPR 2024--2029
Baca juga: Komnas Perempuan desak percepatan pengesahan RUU PPRT
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024