Hal ini terkait dengan kebijakan regulasi deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang membatasi sejumlah komoditas ekspor asal Tanah Air karena alasan deforestasi yang dilakukan oleh Indonesia.
"Kita enggak usah khawatir, karena Pak Prabowo (Presiden terpilih) akan bikin dari B20 (biodisel) sekarang B35, B35 naik B40, B40 naik B60, selesai. Jadi, terima kasih kalau Barat (Eropa) itu enggak beli nantinya," kata Zulkifli di Jakarta, Kamis.
Zulkifli mengatakan Indonesia akan membutuhkan banyak stok kelapa sawit untuk membuat biodiesel dan bahan bakar alternatif lainnya, seperti bioavtur.
"Sebentar lagi kita akan investasi untuk pesawat, avtur. Jadi justru kita sekarang akan perlu banyak dari CPO itu," ucapnya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Perdagangan Internasional Kemendag Bara Krishna Hasibuan mengatakan ke depannya komoditas kelapa sawit akan diprioritaskan untuk pasar dalam negeri, dibandingkan untuk ekspor.
"Prioritasnya adalah kepada pasar dalam negeri, yaitu untuk pengembangan biodiesel tersebut ya. Tapi kita tetap akan ekspor," ujar Bara.
Bara menyampaikan, sampai saat ini permintaan kelapa sawit di dunia masih besar apalagi Indonesia adalah produsen CPO terbesar untuk pasar global.
Lebih lanjut, Bara menegaskan bahwa Indonesia tidak akan menghentikan ekspor kelapa sawit.
"Tidak akan dihentikan, tapi mungkin dikurangi. Karena nanti prioritasnya untuk memenuhi stock market," kata Bara.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menekankan pentingnya meningkatkan produktivitas tanaman sawit untuk mendukung program biodiesel B50, guna memajukan industri biodiesel dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Sudaryono dalam kunjungan kerja di Pasar Minggu, Jakarta, Rabu (21/8), menyatakan bahwa peningkatan produktivitas CPO memerlukan pemilihan bibit sawit unggul dan berkualitas, serta penggunaan teknik perawatan dan data sensor yang baik.
Menurutnya, potensi biodiesel B50 di Indonesia sangat besar, mengingat 60 persen CPO yang beredar di pasar global berasal dari Indonesia. Namun, dia menyebut bahwa ada berbagai isu penolakan, khususnya dari beberapa negara di Eropa.
Selain itu, kebutuhan pergeseran energi dari fosil ke energi terbarukan semakin mendesak. Dalam konteks ini, CPO perlu dikonversi menjadi biodiesel untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih ramah lingkungan.
Dia menuturkan bahwa pemerintah Indonesia telah berhasil menerapkan B35, yaitu 35 persen dari biosolar yang digunakan berasal dari CPO. Kini, targetnya adalah meningkatkan kandungan biodiesel menjadi B50.
Baca juga: BPS sebut Eropa, China dan India pengaruhi penurunan ekspor CPO
Baca juga: Kementerian ESDM siapkan mandatori biodiesel B40 awal Januari 2025
Baca juga: Airlangga sebut kerugian implementasi EUDR capai 7 miliar dolar AS
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024