Berbicara dalam diskusi daring diikuti dari Jakarta, Kamis, Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN Subarudi menyampaikan beberapa strategi untuk melaksanakan pengelolaan sungai yang berkelanjutan termasuk perlunya pengoptimalan keterpaduan dan koordinasi dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan pengelolaan DAS.
"Kelembagaan pengelolaan DAS yang kuat. Jadi ini yang menjadi titik balik, siapa sih yang sebenarnya menjadi take leading," kata Subarudi.
Hal itu diperlukan karena banyak instansi yang terlibat dalam pengelolaan DAS di Indonesia saat ini, mulai dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Dalam Negeri dan pemerintah daerah serta berbagai unsur masyarakat.
Selain dari sisi tata kelola kelembagaan, perubahan pola pikir dan sudut pandang masyarakat perlu juga menjadi perhatian, mengingat masih ada masyarakat yang menganggap sungai sebagai "halaman belakang" tempat untuk membuang sampah yang menjadi salah satu sumber pencemar aliran sungai.
"Kalau bagian belakang pasti jadi tempat sampah, kalau dianggap bagian muka dia akan malu untuk membuang sampah," jelasnya.
Strategi diperlukan karena kondisi sungai-sungai di Indonesia yang beberapa bagiannya berada dalam kondisi tercemar. Termasuk Sungai Citarum di Jawa Barat, yang masuk dalam daftar sungai paling tercemar di dunia.
Penelitian yang dilakukan BRIN sendiri menemukan bahwa sampah plastik yang banyak ditemukan mencemari sungai di Indonesia bersumber dari kegiatan manusia termasuk berasal dari rumah tangga, lalu lintas, TPA, industri dan lain sebagainya.
Baca juga: Peneliti soroti kerusakan DAS akibat tak peduli konservasi tanah & air
Baca juga: BRIN temukan adanya kontaminasi bahan aktif obat di Sungai Citarum
Baca juga: BRIN: Kebutuhan air di Jakarta tak sebanding dengan ketersediaannya
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024