Berulangnya kejadian penangkapan nelayan Kepulauan Riau ini karena laut yang luas tidak memiliki pagar yang dapat jadi peringatan nelayan tidak melintas keluar batasBatam (ANTARA) - Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah (BP2D) Provinsi Kepulauan Riau Doli Boniara menyebut salah satu solusi mencegah nelayan ditangkap oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) adalah lewat kerja sama.
“Solusinya adalah kerja sama bidang perikanan antara Malaysia dan Indonesia,” kata Doli dikonfirmasi di Batam, Kamis.
Baca juga: KKP beri bantuan untuk tingkatkan produktivitas nelayan Sibolga
Pada Sabtu (17/8), saat peringatan HUT Ke-79 RI, sebanyak 8 nelayan Kabupaten Natuna kembali tertangkap oleh APMM, 3 di antaranya berasam dari Kepulauan Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas.
Para nelayan ini ditangkap dikarenakan mencari ikan di wilayah perbatasan. Kedelapan orang nelayan tersebut menggunakan dua unit pompong dan saat ini masih berada di Malaysia.
Kejadian serupa pernah terjadi pada April 2024, dan para nelayan telah kembali ke tanah air pada pekan kedua Agustus 2024 sebab divonis bebas usai mengikuti beberapa persidangan.
Menurut Doli, berulangnya kejadian penangkapan nelayan Kepulauan Riau ini karena laut yang luas tidak memiliki pagar yang dapat jadi peringatan nelayan tidak melintas keluar batas.
“Sedangkan yang ada pagar saja diterobos apalagi laut ini tidak berpagar. Walaupun menggunakan GPS tetap saja ada potensi melanggar,” katanya.
Selain itu, faktor lainnya, adalah karena ikan banyak berada di daerah perbatasan. Terlebih daerah yang ekosistemnya masih terjaga dengan baik.
“Kondisi nelayan tradisional yang memang mencari ikan untuk mencari nafkah. Mereka bukan nelayan besar, kapalnya juga sekitar di bawah 7 GT,” ujarnya.
Berdasarkan Pemprov Kepri, selama rentang waktu empat tahun terakhir yakni dari 2020 sampai 2024 terjadi beberapa kejadian penangkapan nelayan Kepri. Seperti pada tahun 2021 terjadi 2 kali kejadian, ada dua nelayan yang ditangkap karena melintas batas, kemudian tahun 2021 sebanyak 6 kejadian dengan 6 nelayan, lalu tahun 2023 ada 4 kejadian, jumlah 4 nelayan, terbanyak di tahun 2023 sebanyak 13 kejadian.
Selain kerja sama bidang perikanan, solusi lainnya, kata dia, perlu sosialisasi langsung dengan mengundang kepala nelayan dan aparatur kelurahan/desa terkait regulasi baik itu dari batas wilayah negara, dampak pelanggaran, konflik yang muncul akibat pelanggaran.
Baca juga: Polisi bekuk dua nelayan yang tangkap ikan pakai peledak di Konawe
Perlu adanya pendataan yang mengikusertakan BPJS Ketenagakerjaan dan Dinas Kelautan Perikanan (DKP) untuk menjelaskan kategori nelayan yang memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
Kemudian, perlu koordinasi yang intensif dan kondusif terkait pertahanan dan keamanan di kawasan perbatasan.
Adanya pemanfaatan melalui sosialisasi pengembangan hasil nelayan yang dibimbing dan diedukasi oleh DKP dan Disperindag.
Juga berkoordinasi pada tim terpadu penanganan konflik yang termasuk wilayah kelautan perikanan. BP2D sudah tergabung dalam Kesbangpol Provinsi.
“Langkah organisasi perangkat daerah segera berkoordinasi menyampaikan status perkara berjenjang ke pimpinan,” ujar Doli.
Selain penangkapan nelayan melaut melewati batas, perairan Kepri juga kerap menjadi incaran nelayan kapal ikan asing melakukan pencurian ikan. Salah satunya Vietnam.
Doli menyebut, kapal ikan asing yang mengambil ikan di wilayah perairan Kepri terutama Natuna atau Bintan mengakibatkan berkurangnya ikan di Perairan Natuna.
“Kapal ikan asing itu kapal besar-besar, mereka sudah berorientasi industri perikanan,” kata Doli.
Baca juga: Tim SAR evakuasi kapal nelayan tersangkut rumpon di Selat Makassar
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024