Jakarta (ANTARA News) - Peneliti senior untuk kebijakan laut dan pesisir dari Duke University, Linwood Pendleton, mengatakan kawasan pesisir Indonesia mempunyai potensi tinggi sehingga perlu dijaga kelestariannya.

Dalam pemaparan di sebuah diskusi di Jakarta, Kamis, peraih gelar doktor dari Yale University itu, mengatakan pelestarian kawasan pesisir umumnya menyangkut kondisi alam bawah laut, hingga pesisir seperti pohon bakau.

"Di Indonesia saja, keuntungan dari hanya menjaga (kelestarian) bakau itu bisa 600 dolar AS per rumah tangga per tahun (setara dengan Rp6,85 juta)," kata Pendleton.

Oleh karena itu, melalui risetnya, ia menuturkan solusi untuk meningkatkan potensi dan mengurangi kerusakan yang terjadi di laut dan wilayah pesisir.

"Solusi yang utama yakni memonitoring kondisi lingkungan. Tanda-tanda kerusakan lingkungan sangat lambat terlihat, bahkan biasanya baru disadari setelah ada bencana. Tapi dengan memonitoring kondisi alam, kita bisa tahu dan melihat perubahan yang ada," katanya.

Direktur Program Kelautan The Nature Conservancy Indonesia Gondan Renosari juga menekankan pentingnya upaya untuk melindungi kawasan pesisir Indonesia.

Pasalnya, Indonesia memiliki sekitar 16 persen terumbu karang dunia dengan sekitar 2.200 spesies ikan karang.

"Kita adalah negara produsen hasil laut terbesar kedua setelah Tiongkok (data 2011), padahal hasil laut kita sekarang ini sudah sangat jauh berkurang sejak beberapa dekade," katanya.

Oleh karena itu, Gondan menilai konservasi dan pengaturan sumber daya yang berkelanjutan kini harus menjadi fokus pemerintah.

"Dengan lebih dari 80.000 km garis pantai dan beragam potensi bahari, negara ini semestinya memiliki kebijakan yang melindungi kawasan pesisir," katanya.

Ia juga mengaku terus mendukung program pemerintah yang tengah berupaya mewujudkan target 20 juta hektar kawasan konservasi kelautan pada 2020.

"Kami akan dukung terus pemerintah, karena kami melihat sudah ada komitmen dan kesadaran akan pentingnya pelestarian kawasan pesisir ini oleh berbagai pihak," tuturnya. (*)

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014