Hal ini dapat berarti negara tidak lagi memberikan proteksi kepada mayoritas rakyat yang hidup kekurangan secara ekonomi,
Jakarta (ANTARA) - Skema power wheeling (PW) yang masuk dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) dinilai sebagai upaya privatisasi pengusahaan tenaga listrik dan telah menjadikan tenaga listrik sebagai komoditas pasar.
"Hal ini dapat berarti negara tidak lagi memberikan proteksi kepada mayoritas rakyat yang hidup kekurangan secara ekonomi," kata Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (Iress) Marwan Batubara di Jakarta, Selasa.
Power wheeling merupakan mekanisme transfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara/PLN dengan memanfaatkan jaringan transmisi/distribusi PLN.
Menurut Marwan, skema PW akan memberikan kesempatan kepada swasta sehingga mengurangi pendapatan PLN.
Kebijakan ini berpotensi membuat beban subsidi energi APBN meningkat sehingga tarif listrik naik.
"Skema PW jelas tidak adil secara moral Pancasila, inskonstitusional, serta akan merugikan rakyat dan negara dengan beban tarif listrik dan beban subsidi APBN yang akan naik," kata Marwan dalam webinar "Tolak Penerapan Skema Power Wheeling Dalam RUU EBET".
Sementara itu Dirut PT Geo Dipa Energi (Persero) tahun 2016-2022 yang bergerak di Energi Terbarukan Geotermal, Riki Ibrahim menyatakan, pemaksaan power wheeling dalam RUU EBET dapat merugikan negara.
Menurut Riki, RUU EBET sebaiknya fokus pada pemberian insentif fiskal yang diperluas dan diperbesar agar energi terbarukan dapat berkembang cepat di Indonesia.
Ia mengatakan dibukanya kesempatan pemanfaatan bersama jaringan transmisi listrik sebagaimana termuat dalam Permen ESDM No.01/2015, bukan berarti power wheeling diperbolehkan dalam RUU EBET.
"Hal itu karena disparitas harga listrik yang lebih mahal dari apa yang telah diregulasikan oleh pemerintah, akan mengakibatkan permasalahan baru yang dapat merugikan pemasukan negara," papar Riki yang juga dosen energi terbarukan Universitas Darma Persada.
Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2024