Tujuh orang tersebut adalah RA, ER, HS, ES, JY, SP, dan SD. Para terlindung saat ini berstatus sebagai saksi dalam kasus pemberian keterangan palsu dan sebagai pemohon peninjauan kembali (PK) dalam kasus tewasnya Vina dan Eki.
“LPSK memberikan layanan program pemenuhan hak prosedural pada seluruh pemohon berupa pendampingan saat pemeriksaan sebagai saksi dalam setiap proses peradilan pidana dan pemohon upaya hukum PK,” kata Wakil Ketua LPSK Sri Suparyati, dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa malam.
Keputusan untuk memberikan program perlindungan itu diputus dalam Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK pada Senin (2/9).
Lebih lanjut, Suparyati menjelaskan, ketujuh terlindung mendapat layanan pemenuhan hak prosedural serta pengawalan dan pengamanan melekat saat pemberian keterangan atau kesaksian dalam sidang PK di Pengadilan Negeri Cirebon.
Sementara itu, khusus untuk terlindung SD, diberikan perlindungan tambahan, yakni perlindungan fisik berupa pengawasan dan rehabilitasi psikologis berdasarkan hasil asesmen LPSK.
Suparyati menambahkan, selain menerima permohonan perlindungan, LPSK juga mengharapkan agar SD dikembalikan ke Lapas Cirebon.
“Sebab sejak awal usai pemeriksaan di Polda Jabar, SD masih ditempatkan di Lapas Banceuy, Kota Bandung, sedangkan terpidana lain di Lapas Cirebon,” kata dia.
Dijelaskan Suparyati, pertimbangan untuk memindahkan SD ialah demi kemudahan akses kunjungan keluarganya. Selain itu, lokasi Lapas Cirebon dinilai efektif dalam pelaksanaan upaya hukum PK di PN Cirebon.
Atas dasar itu, LPSK merekomendasikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, khususnya Direktur Jenderal Pemasyarakatan, untuk menempatkan kembali Terpidana SD ke Lapas Kelas I Cirebon.
Baca juga: LPSK tampung 1.297 permohonan perlindungan korban TPPO selama 2023
Baca juga: LPSK: Kompensasi korban terorisme capai Rp113,37 miliar di 2016-2024
Baca juga: LPSK sebut 1.894 warga dapat layanan program perlindungan selama 2023
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024