Jakarta (ANTARA NEws) - Putusan perkara dugaan korupsi dengan terdakwa mantan Direktur II Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Brigjen Pol. (Purn) Drs. Samuel Ismoko (57), dijadwalkan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa. Rencana pembacaan putusan perkara pada Selasa adalah keputusan Majelis Hakim yang diketuai Herry Sasongko pada saat menutup sidang Jumat lalu (22/9) setelah mendapat kesepakatan dengan Jaksa Penuntut Umum, terdakwa Ismoko maupun kuasa hukum terdakwa, Juniver Girsang. Pada sidang terdahulu, Ismoko dituntut pidana tiga tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam memimpin penyidikan saat memimpin penyidikan kasus L/C fiktif BNI Kebayoran Baru sebagaimana dakwaan primer yaitu pasal 3 jo pasal 18 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Selain tuntutan pidana penjara, Tim JPU juga menuntut Majelis Hakim menjatuhkan hukuman denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara pada terdakwa. Dalam surat tuntutan pidana itu, Jaksa Penuntut Umum menilai bahwa seluruh unsur pasal yang didakwakan terhadap Brigjen Pol (Purn) Samuel Ismoko telah terbukti yaitu unsur barang siapa, unsur memperkaya diri atau orang lain, unsur merugikan keuangan negara, unsur penyertaan serta unsur pengulangan perbuatan pidana. Kerugian keuangan negara, menurut JPU, terjadi akibat dilakukannya pemisahan tiga aset perkebunan milik Gramarindo, pencabutan blokir rekening PT Brocollin International, penjualan aset Gramarindo berupa tanah di Cilincing tanpa pengawasan, serta permintaan dana pada BNI. Penuntut Umum memerinci, pencabutan blokir mengakibatkan Brocollin yang merupakan afiliasi Gramarindo Group itu bisa menarik dana sebesar Rp470 juta sedangkan penjualan tanah Cilincing seluas 40 ribu meter persegi yang total senilai Rp6,3 miliar hanya disetorkan ke BNI sebanyak Rp1 miliar karena tanpa pengawasan sedangkan sebesar Rp451 juta digunakan untuk operasional Direktorat II Eksus Bareskrim. Ismoko juga dinilai bersalah saat menerima dan mencairkan delapan lembar travel cek dari BNI senilai Rp200 juta dan dua cek dari atasannya senilai Rp50 juta yang mana 10 lembar travel cek itu merupakan sebagian pemberian BNI yang jumlah totalnya mencapai Rp1,250 miliar. Ismoko dinilai memperkaya diri maupun orang lain dalam hal ini penyidik di jajarannya serta pihak Gramarindo yang waktu itu ditangani Bareskrim. Perbuatan itu dinilai terjadi karena kewenangan dan jabatan yang dalam pelaksanaannya terjadi penyalahgunaan kewenangan sehingga kepemimpinan Ismoko tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bantah rugikan negara Atas tuntutan pidana tersebut, Ismoko yang ditahan sejak 27 Oktober 2005 itu mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang isinya membantah telah mengakibatkan kerugian negara karena menerima travel cek senilai Rp250 juta. Menurut Ismoko, travel cek dari BNI yang diberikan kepadanya bukan bersumber dari APBN dan sudah tercatat dalam pembukuan BNI serta dipertanggungjawabkan dalam RUPS BNI. Travel cek dari BNI itu, menurut Ismoko, tidak ada sangkut pautnya dengan penanganan perkara L/C fiktif Gramarindo Group di BNI melainkan sebagai apresiasi (reward) dari BNI terkait kesuksesan penanganan kasus BPD Bali yang masih terkait BNI, yang dipimpin oleh dirinya. "Penerimaan itu dibukukan dalam catatan saya dan juru bayar Direktorat Eksus Bareskrim yang kemudian digunakan untuk menunjang kegiatan operasional Direktorat II Eksus," kata Ismoko. Dalam pledoi pribadinya yang berjudul "Kegalauan Nurani Seorang Penegak Hukum" itu, Ismoko membantah telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada pada dirinya karena jabatan atau kedudukannya. Pada akhir pledoinya, Ismoko menyatakan dirinya berkeyakinan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana seperti dalam tuntutan JPU dan memohon agar Majelis Hakim membebaskan dirinya dari segala dakwaan dan tuntutan. (*)

Copyright © ANTARA 2006