Dalam konferensi pers usai pembukaan International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Kamis, ia mengatakan Indonesia memiliki potensi untuk mempercepat pencapaian "net zero emission", yaitu kondisi di mana terjadi keseimbangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dan penyerapannya, sebelum target 2060.
Beberapa proyek tersebut adalah menghentikan operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya serta PLTU Cirebon sebagai bagian dalam upaya transisi energi dari penggunaan bahan bakar fosil menjadi energi baru terbarukan.
"Ada 400 proyek yang sudah di-identified oleh task force dan sudah mulai jalan, misalnya tadi saya bilang Suralaya itu 2 gigawatt kemudian di Cirebon ada 660 megawatt, ada lagi beberapa tempat lain," katanya.
Baca juga: RI pastikan kepastian hukum untuk pacu investasi energi terbarukan
Namun, katanya, di sisi lain Indonesia tidak boleh kehilangan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan listrik yang sudah berjalan.
Luhut menyampaikan bahwa pada 2023 terjadi kondisi kelebihan listrik 5 gigawatt dan tahun depan perlu memastikan dihasilkan 2 gigawatt tambahan.
"Artinya apa, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kita jalan sekarang ini. Indikasi yang paling mudah dilihat bahwa electricity demand itu naik dengan baik, berarti ada pembangunan industri di kota," kata dia.
Dalam kesempatan itu, dia juga menjelaskan aspek penting yang dimiliki oleh Indonesia untuk mencapai kondisi "net zero emisson", termasuk keberadaan 3,3 juta hektare kawasan mangrove yang memiliki kemampuan luar biasa dalam penyimpanan dan penyerapan emisi GRK.
Ia juga mengatakan emisi per kapita Indonesia juga lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara-negara maju, dengan Indonesia memiliki catatan 2 ton per kapita karbon emisi dibandingkan 14-15 ton per kapita untuk Amerika Serikat.
Baca juga: Menteri Luhut: ISF 2024 dorong terwujudnya transisi energi global
Baca juga: Jokowi: Hutan bakau RI serap karbon lebih baik dari hutan hujan tropis
Baca juga: Vale Indonesia sebut telah reklamasi 67 persen lahan pertambangan
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024