Perserikatan Bangsa-Bangsa (ANTARA News) - Anggota Dewan Keamanan PBB mempertimbangkan sanksi bagi pihak-pihak bertikai di Sudan Selatan, setelah komandan pasukan penjaga perdamaian PBB Herve Ladsous meminta dijatuhkannya "konsekuensi serius" untuk memaksa diakhirinya kekerasan.

Ladsous dan Asisten Sekretaris Jendral PBB untuk hak asasi manusia Ivan Simonovic memberikan informasi terkini kepada 15 anggota DK PBB mengenai serangan terhadap warga sipil, termasuk pembantaian etnis di kota kaya minyak Bentiu serta pembunuhan puluhan orang yang mengungsi di dalam markas PBB di Bor.

"Tanpa konsekuensi serius terhadap pihak-pihak bertikai untuk menghentikan kekerasan dan terlibat dalam pembicaraan damai, korban tak bersalah dari warga sipil akan terus meningkat," kata Ladsous, Rabu setelah pertemuan tertutup DK PBB.

"PBB melakukan apapun semampunya untuk melindungi warga sipil yang menghindari kekerasan, perang, namun jangan pernah lupa bahwa tanggung jawab utama perlindungan ada di tangan pemerintah," katanya.

Duta Besar Nigeria untuk PBB Joy Ogwu yang merupakan presiden DK untuk April mengatakan sanksi bagi Sudan Selatan mendapat banyak dukungan dari negara anggota dewan.

"Saya rasa kami siap untuk menerapkan sanksi," kata Dubes Prancis untuk PBB Gerard Araud.

Sementara Dubes AS untuk PBB Samantha Power dalam akun Twitternya mengatakan: "Demi kebaikan rakyat Sudan Selatan, masyarakat internasional harus memberikan sanksi kepada pengacau politik dan mereka yang menyasar warga sipil."

Amerika Serikat dan Uni Eropa telah mengancam Sudan Selatan akan menerapkan sanksi.

Presiden Barack Obama awal bulan ini membuka peluang pemberian sanksi bagi mereka yang melanggar HAM di Sudan Selatan atau merusak demokrasi serta menghambat proses perdamaian.

China yang merupakan investor terbesar dalam industri minyak Sudan Selatan mengatakan akan "berpartisipasi dengan hati-hati" dalam pembicaraan DK PBB, namun tidak mengatakan apakah mereka akan mendukung sanksi.

"Kami akan membuat keputusan dalam posisi kami sesuai pro dan kontra," kata jurubicara Kementerian Luar Negeri China Qin Gang di Beijing seraya menambahkan bahwa China lebih memilih dilakukannya pertemuan antara semua pihak bertikai di negara itu, demikian Reuters.
(S022)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014