"Perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai motif ibu korban terhadap anaknya itu, apakah kasus ini murni tindak pidana perdagangan orang atau ada ancaman yang diterima ibu dari pelaku kekerasan seksual," kata Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Nahar menegaskan bahwa dalam kasus ini pendampingan dan pemulihan psikologis terhadap korban sangat diperlukan karena kejadian tersebut sangat berpotensi menimbulkan trauma.
"Kami melalui Tim Layanan SAPA 129 KemenPPPA akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Jawa Timur dan Sumenep perihal proses hukum dan memastikan korban mendapatkan layanan psikologis yang dibutuhkan," kata Nahar.
Selain itu, juga penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat tinggal anak saat ini aman dan hak pendidikannya berjalan, mengingat kejadian ini dapat menimbulkan stigma negatif terhadap anak.
Nahar menambahkan pentingnya dukungan semua pihak demi memastikan kepentingan terbaik bagi korban.
"Petugas UPTD PPA Sumenep bersama dengan Dinas Pendidikan telah mengunjungi sekolah korban saat ini, salah satu SMP di Sumenep untuk bertemu dengan kepala sekolah yang diyakini mengetahui kronologi kejadian," katanya.
Selain itu, UPTD PPA Sumenep juga berencana untuk memastikan status pendidikan korban yang diduga putus sekolah serta berkoordinasi kembali dengan Polres setempat mengenai proses hukum yang sedang berlangsung.
Sebelumnya, T (13), seorang anak perempuan menjadi korban pencabulan dan pemerkosaan yang dilakukan oleh J, oknum kepala sekolah di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Mirisnya E, ibu kandung korban yang mengantarkan anaknya ke rumah J.
E tega membiarkan anaknya diperkosa karena diduga diiming-iming oleh J dengan sejumlah uang dan satu unit sepeda motor.
Akibat kekerasan seksual yang menimpa korban, korban mengalami trauma psikis.
Pelaku J dan E telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: KPPPA kawal kasus kekerasan seksual yang dilakukan kepsek di Sumenep
Baca juga: KPPPA: Penyelesaian kekerasan seksual tidak boleh di luar peradilan
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024