Perjanjian tersebut menyediakan kerangka hukum yang mencakup seluruh siklus hidup sistem AI, mendorong kemajuan dan inovasi AI sambil mengelola risiko yang mungkin ditimbulkannya terhadap hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum.
Sekretaris Jenderal Dewan Eropa Marija Pejcinovic Buric mengatakan mereka harus memastikan bahwa munculnya AI tetap menegakkan "standar kita, alih-alih merusaknya."
"Konvensi Kerangka Kerja dirancang untuk memastikan hal itu. Ini adalah teks yang kuat dan seimbang - hasil dari pendekatan terbuka dan inklusif yang digunakan dalam penyusunannya dan memastikan bahwa perjanjian itu mendapat manfaat dari berbagai perspektif ahli," katanya dalam pernyataan tersebut.
Buric menyatakan bahwa Kerangka Konvensi adalah perjanjian terbuka dengan jangkauan global yang potensial, dan berharap bahwa perjanjian ini akan menjadi yang pertama dari banyak penandatanganan dan bahwa mereka akan segera diikuti oleh ratifikasi sehingga perjanjian tersebut dapat mulai berlaku sesegera mungkin.
Konvensi Kerangka Kerja Dewan Eropa tentang kecerdasan buatan dan hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum dibuka untuk penandatanganan selama konferensi menteri kehakiman Dewan Eropa di Vilnius, ibu kota Lithuania.
Perjanjian ini merupakan perjanjian internasional pertama yang mengikat secara hukum dan bertujuan untuk memastikan bahwa penggunaan sistem AI sepenuhnya konsisten dengan hak asasi manusia, demokrasi, dan supremasi hukum.
Dalam pernyataannya, Dewan Eropa mengatakan bahwa Konvensi Kerangka Kerja ditandatangani oleh Andorra, Georgia, Islandia, Norwegia, Moldova, San Marino, Inggris dan Israel, serta Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Artificial Intelligence dan tantangan jurnalistik masa kini
Baca juga: Kemendikbud perkuat pemanfaatan AI tingkatkan kualitas pembelajaran
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024