Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi menyampaikan bahwa draf revisi Peraturan Pemerintah (PP) Kebijakan Energi Nasional (KEN) telah disepakati Kamis (6/9) malam.

Ia mengatakan dalam diskusi Kamis malam, hanya terdapat perbedaan arahan revisi untuk draf aturan tersebut, namun menurutnya tidak begitu substantif.

“Ada arahan sedikit, tetapi tidak substansif. Jadi angka-angkanya masih sama. Misalnya ton oil equivalent segala macam itu masih sama. Jadi termasuk optimis ya,” kata Eniya di acara Indonesia International Sustainibility Forum (ISF) 2024 di Jakarta, Jumat.

Harmonisasi PP KEN yang baru itu dirancang sebagai pengganti PP 79/2014.

Eniya menuturkan, dalam waktu dekat RPP KEN akan segera diserahkan ke Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) untuk disetujui Presiden Joko Widodo.

“Ini sudah diketok tadi malam, lalu pastinya nanti masuk (diserahkan) ke presiden, karena ke PP kan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. Nanti disetorkan ke Setneg. Nah baru setelah itu ditandatangani Presiden, baru keluar,” ucapnya.

Dengan adanya PP KEN yang diperbarui, ia berharap transisi energi Indonesia terus berjalan hingga mencapai target emisi nol karbon (net zero emission/NZE).

“Itu pasti beberapa hari (diresmikan presiden). Nanti setelah itu ada RUKN (Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional), baru RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik),” jelasnya.

Adapun urgensi pembaruan PP Nomor 79 Tahun 2014 tentang KEN, menurut mantan Menteri ESDM Arifin Tasrif dilatarbelakangi tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi serta sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi.

Kemudian juga dipengaruhi oleh perubahan strategi lingkungan yang signifikan, baik nasional maupun global.

"Asumsi makro pertumbuhan ekonomi nasional 2019-2023 sebesar 7-8 persen, namun capaiannya rata-rata 2015-2018 sekitar 5 persen, dan anomali akibat krisis ekonomi global dan pandemi COVID-19 tahun 2020 pertumbuhan ekonomi -2 persen. Sejalan dengan tahap tersebut, capaian sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi pada PP KEN 2015-2023 juga mengalami gap 3-4 persen per tahun," jelasnya di Jakarta, Selasa (9/7).

Selain itu, Arifin juga menjelaskan urgensi untuk merevisi PP KEN adalah dalam COP26 di Glasgow, Skotlandia, tahun 2021 lalu.

Jokowi telah menyampaikan komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol karbon pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Selaras dengan itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga Menyusun scenario menuju NZE pada 2060 dengan Low Carbon Scenario Compatible with Paris Agreement Target (LCCP) dan Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS LCCR) 2050.

Dari skenario tersebut, untuk mencapai NZE 2060, sektor energi diperkirakan akan menjadi penghasil emisi gas rumah kaca terbesar, yaitu sebesar 129 juta ton CO2 yang akan mampu diserap oleh sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya.

Baca juga: ESDM: Perubahan iklim jadi urgensi revisi Kebijakan Energi Nasional
Baca juga: Pemerintah revisi target bauran EBT pada 2025 jadi 17-19 persen
Baca juga: Dirjen EBTKE: Implementasi transisi energi butuh kolaborasi bersama
​​​​​​​

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2024