Jakarta (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan setidaknya dihadapkan pada empat pilihan untuk berkoalisi menjelang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, 9 Juli 2014.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) belum memastikan apakah ikut dalam barisan koalisi yang dipimpin PDI Perjuangan dengan bakal calon presiden Joko Widodo, ke Partai Golkar dengan bakal calon presiden Aburizal Bakrie, ke Partai Gerindra dengan bakal calon presiden Prabowo Subianto, atau ikut dalam bersama poros partai-partai lain.

Dengan perolehan suara hanya 6,52 persen dan berada pada urutan ke-9 dari 12 partai peserta pemilu anggota legislatif, 9 April 2014, lalu versi hitung cepat, mau tak mau hanya berada pada posisi pelengkap dan tak bisa mengambil peran yang sangat strategis, apalagi menentukan dalam mewujudkan koalisi yang solid.

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 tentu merupakan kenangan pahit yang tak terlupakan bagi PPP tatkala memaksakan diri mencalonkan Ketua Umum saat itu yang menjabat Wakil Presiden Hamzah Haz tampil sebagai calon presiden bersama pasangannya, Agum Gumelar.

Pasangan itu terpuruk berada pada posisi paling terendah di antara lima pasangan yang bersaing. Pasangan Hamzah Haz-Agum Gumelar hanya mengantongi 3.569.861 suara pemilih.

Bisa jadi kondisi saat itu merupakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pertama yang langsung dipilih oleh rakyat dan PPP ingin mencoba "respons pasar" pada saat itu walau ternyata jeblok.

Pada putaran kedua Pemilu 2004 itu, PPP memberikan dukungannya kepada pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla periode 2004--2009 sehingga mendapatkan posisi dalam pemerintahan di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu.

Paling tidak dua kadernya, yakni Bachtiar Chamsyah menjadi Menteri Sosial dan Suryadharma Ali menjadi Menteri Koperasi dan UKM.

Pengalaman Pemilu 2009 membuat PPP masih merasakan "kue kekuasaan" setelah masuk dalam koalisi pasangan Yudhoyono dan Boediono periode 2009--2014.

Suryadharma Ali masuk dalam pemerintahan menjadi Menteri Agama, Suharso Manoarfa menjadi Menteri Perumahan Rakyat, tetapi di tengah jalan diganti oleh Djan Faridz.

Sebelumnya, pada era Kabinet Reformasi Pembangunan pimpinan Presiden B.J. Habibie, kader PPP Hamzah Haz diangkat menjadi Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal meskipun hanya bertahan setahun karena desakan agar kader partai tidak duduk dalam pemerintahan. Hamzah Haz diganti oleh Marzuki Usman pada bulan Mei 1999.

Setelah Pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR 1999, dua kader PPP masuk dalam jajaran Kabinet Persatuan Nasional yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid. Ketua Umum PPP Hamzah Haz ditunjuk sebagai Menko Kesra dan Pengentasan Kemiskinan dan Zarkasih Nur sebagai Menteri Koperasi dan UKM.

Akan tetapi, pada tanggal 26 November 1999, Hamzah Haz digantikan oleh Basri Hasanuddin.

Kementerian itu pun dilikuidasi oleh Gus Dur menjadi Menko Polkam, Sosial, dan Keamanan yang dijabat oleh Soerjadi Soedirja sejak 15 Februari 2000.

Setelah Gus Dur dilengserkan melalui Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001 dan MPR memilih Wakil Presiden Megawati sebagai Presiden, Hamzah Haz terpilih sebagai Wakil Presiden dalam pemerintahan Kabinet Gotong Royong.

Selain Hamzah Haz, kader PPP lain yang duduk dalam pemerintahan Megawati adalah Matori Abdul Djalil (pernah menjabat Sekjen DPP PPP) sebagai Menteri Pertahanan, Bachtiar Chamsyah sebagai Menteri Sosial, dan Alimarwan Hanan sebagai Menteri Koperasi dan UKM.

Nah, untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, ke mana PPP berlabuh?

Alih-alih dukungan Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali kepada Prabowo Subianto telah mengundang konflik internal yang untungnya telah diselesaikan diinternal PPP melalui islah dengan kubu Sekjen DPP PPP Romahurmuziy yang menentang Suryadharma.

Suryadharma Ali mengatakan bahwa pihaknya belum ada kesepakatan berkoalisi dengan Partai Gerindra karena komunikasi selama ini baru sampai pada tahap penjajakan oleh kedua pihak.

"Ini ada kesalahpahaman di tengah masyarakat maupun media bahwa sesungguhnya kami belum ada kesepakatan untuk berkoalisi. Kehadiran saya di GBK dan kehadiran Prabowo Subianto di kantor ini belum sampai pada tahap koalisi, itu baru sampai pada tahap penjajakan dari kedua belah pihak jadi belum diputuskan pada sampai koalisi," ujarnya.

Menurut dia, formalitas dari dukungan itu akan diproses melalui mekanisme yang akan diatur oleh partai.

"Jadi, sampai dengan hari ini belum ada koalisi formal, tetapi kedekatan dengan Prabowo Subianto bisa dilihat dalam penampilan. Prabowo hadir dalam silaturahmi dengan 1.000 kiai dan acara istigasah kubra, pertemuan di kantor DPP dan beberapa hari lalu juga meminta restu dari K.H. Maimun Zubair," ujar dia.

Terkait dengan fatwa islah yang dikeluarkan oleh Majelis Syariah PPP, Suryadharma mengatakan bahwa pendekatan dengan Gerindra akan tetap dilanjutkan.

Hal itu sejalan dengan salah satu butir dari Mukernas III PPP di Cisarua, Bogor, 23--24 April 2014.

Mukernas itu secara formal legalistik menyepakati empat poin penting yang berkaitan dengan keberlangsungan partai tersebut.

Pertama, menerima fatwa islah dari Ketua Majelis Syariah.

Kedua; mengamanatkan kepada majelis musyawarah partai secara kolektif kolegial untuk melakukan lobi-lobi politik dalam rangka penjajakan koalisi partai serta penjajakan calon presiden dan calon wakil presiden.

Ketiga, mengamanatkan kepada DPP PPP untuk melaksanakan Rapimnas selambat-lambatnya minggu pertama pada bulan Mei 2014 untuk menetapkan koalisi serta calon presiden dan calon wakil presiden dari PPP.

Keempat, mengamanatkan kepada DPP PPP untuk melaksanakan muktamar yang dipercepat selambat-lambatnya satu bulan setelah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.

PPP belum menetapkan dukungan koalisinya kepada salah satu partai politik ataupun calon presiden. PPP juga tidak menolak mentah-mentah tawaran Partai Gerindra untuk mendukung pencapresan Prabowo.

"Format koalisi, kami tidak anti dengan Gerindra dan Pak Prabowo, kami buka kemungkinan kepada semuanya," kata Sekjen DPP PPP Romahurmuziy.

Sementara Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra memaklumi atas sikap politik PPP itu dan rencana koalisi dengan partai itu memang belum dilakukan oleh PPP secara formal.

Pengamat politik dari LIPI Firman Noor memperkirakan meskipun ditentang sebagian pihak di tingkat internal, PPP tidak akan meninggalkan dan membuang peluang untuk berkoalisi dengan Partai Gerindra.

"Suryadharma Ali mulai sadar ada yang salah dengan manuvernya karena tidak melibatkan pihak partai lainnya. Kini saatnya bagi Suryadharma untuk melembagakan koalisi antara PPP dan Gerindra," kata Firman Noor.

Di atas semua itu, perlu kejelian politik dalam menentukan pilihan untuk berkoalisi ke mana. Yang jelas, dalam berbagai pemerintahan sejak era reformasi, terdapat kader PPP yang duduk dalam pemerintahan.

Sangat dimaklumi bahwa dalam pemerintahan baru Oktober mendatang, PPP pun tetap ingin masuk dalam pemerintahan. Maka, PPP harus jeli dalam hitung-hitungan politik dalam memilih koalisi.

(T.B009/B/D007)

Oleh Budi Setiawanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014