KY juga mempersilakan kepada publik untuk melapor jika menemukan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) disertai bukti-bukti pendukung terkait vonis tersebut.
"Publik dapat melaporkan apabila ada dugaan pelanggaran kode etik hakim disertai dengan bukti pendukung, sehingga nantinya laporan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh KY sesuai prosedur yang ada,” kata Mukti dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Majelis hakim PN Pangkalpinang memvonis Toni Tamsil 3 tahun penjara dan membayar biaya perkara Rp5.000. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana penjara 3 tahun dan 6 bulan serta denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
“Hingga saat ini, salinan putusan lengkap dari kasus perkara Nomor 6/Pid.Sus-TPK/PN Pgp yang dibacakan pada tanggal 29 Agustus 2024 itu belum diterima oleh KY,” imbuh Mukti.
Juru Bicara KY itu menjelaskan, perkara yang melibatkan Toni Tamsil bukan pokok perkara tindak pidana korupsi, melainkan perkara perintangan keadilan (obstruction of justice).
Toni Tamsil dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, Tbk. tahun 2015–2022.
“Ia (Toni Tamsil) dinilai telah mencegah dan merintangi proses penyidikan, serta memberikan keterangan tidak benar sebagai saksi dalam tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah tersebut,” ujar Mukti.
Untuk diketahui, Toni Tamsil merupakan adik dari Tamron Tamsil alias Aon selaku beneficial owner atau pemilik manfaat dari CV Venus Inti Perkasa (VIP) yang juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi timah itu.
Baca juga: Kejagung masih pertimbangkan langkah terhadap putusan Toni Tamsil
Baca juga: Penambang timah mengaku pendapatannya capai Rp500 juta sebulan
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024