"Aksi iklim atau isu perubahan iklim sangat bisa masuk ke dalam konteks untuk mewujudkan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak karena kita ketika bicara dampak perubahan iklim, di situ nanti ujungnya ada pekerja anak, ada perkawinan anak," kata Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Sosial dan Budaya Kementerian PPPA Eko Novi Ariyanti dalam diskusi di Jakarta, Selasa.
Untuk itu, para kader SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) di desa menyosialisasikan dan mengedukasi para orang tua mengenai pentingnya pendidikan bagi anak.
"Supaya orang tua memahami pentingnya pendidikan bagi anak mereka dan mencegah terjadinya perkawinan anak," kata dia.
Program pemberdayaan ekonomi juga diperkuat di desa-desa DRPPA.
"Menjadi penting supaya orang tua ini bisa menyekolahkan anaknya," katanya.
Baca juga: KemenPPPA: Wujudkan kesetaraan atasi dampak perubahan iklim
Eko Novi Ariyanti mengatakan perempuan lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim karena perempuan seringkali masih diharapkan untuk menjalankan peran-peran tradisional, seperti mengurus rumah tangga, merawat anak, dan mengelola sumber daya alam.
"Kebijakan dan tindakan terkait perubahan iklim seringkali belum mempertimbangkan secara memadai kebutuhan dan kerentanan perempuan yang mengakibatkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap sumber daya dan layanan yang diperlukan untuk beradaptasi dengan perubahan iklim," kata Eko Novi Ariyanti.
Untuk itu, dalam strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional menekankan sejumlah upaya, yakni tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, akses yang sama dalam berbagai bidang pembangunan, aktif dalam partisipasi dan kontrol atas pembangunan, dan kesetaraan di berbagai bidang pembangunan.
Baca juga: KemenPPPA: Penting perempuan jadi agen perubahan dalam kebijakan iklim
Baca juga: Revolusi digital dan perubahan iklim ubah lanskap pembangunan
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2024