Di Indonesia, dampak perubahan iklim telah menyebabkan kekeringan meteorologis di sejumlah wilayah. Misalnya, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) adalah Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kekeringan meteorologis tersebut, dapat memengaruhi ketersediaan air bersih dan hasil pertanian.
Perubahan iklim seperti peningkatan suhu, pola hujan yang tidak teratur dan naiknya permukaan air laut juga mengancam produksi pangan di Indonesia.
Sementara itu, di Amerika Serikat, menurut Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA), suhu panas akibat perubahan iklim juga dapat menurunkan hasil pertanian di negara itu, yang memasok hampir 25 persen dari semua biji-bijian seperti gandum, jagung, dan beras di pasar global.
Begitu pula dampak perubahan iklim di negara-negara Afrika, yang juga menyebabkan penurunan hasil panen, penurunan masa tanam, memicu penyakit dan hama, hilangnya terumbu karang dan menyebabkan kekurangan gizi pada anak-anak.
Untuk dapat mengatasi kerawanan pangan akibat perubahan iklim, banyak upaya dilakukan oleh banyak pemerintahan di seluruh dunia, termasuk Indonesia dan negara-negara Afrika.
Salah satu upaya untuk membahas dan mencari solusi terhadap isu ketahanan pangan juga baru saja dilakukan antara Indonesia dan negara-negara Afrika melalui penyelenggaraan Forum Indonesia-Afrika (IAF) ke-2 yang digelar di Nusa Dua, Bali, pada 1-3 September 2024.
Selama rangkaian acara berlangsung, berbagai diskusi panel diadakan untuk membahas berbagai isu yang dihadapi Indonesia dan negara-negara Afrika, mulai dari isu energi, kesehatan, mineral, termasuk juga ketahanan pangan.
Di sesi Diskusi Panel VIII pada Selasa (3/9), yang secara khusus membahas isu ketahanan pangan, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyampaikan sejumlah praktik baik yang diupayakan Pemerintah Indonesia untuk memastikan keamanan dan ketahanan pangan.
Praktik-praktik baik tersebut ia rangkum dalam visi misi Bapanas, yaitu untuk mewujudkan tata kelola sistem pangan nasional yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan untuk mencapai ketahanan pangan yang berlandaskan kedaulatan dan kemandirian pangan.
Praktik-praktik baik tersebut direfleksikan melalui langkah-langkah untuk memastikan ketersediaan dan stabilisasi pangan serta memastikan penanganan dalam isu kerawanan pangan dan gizi, dan upaya pada diversifikasi dan keamanan pangan.
Selain itu, Bapanas juga, kata Arief, terus mengupayakan ketersediaan pangan dalam rangka menjaga harga pangan di seluruh wilayah Indonesia.
Kemudahan aksesibilitas pangan juga diupayakan oleh Pemerintah Indonesia dalam rangka mencapai pengurangan daerah rawan pangan serta pengurangan sampah pangan.
Selain itu, pemerintah juga mengupayakan pemanfaatan pangan untuk mencapai peningkatan konsumsi pangan berdasarkan sasaran yang dianjurkan serta mengupayakan penjaminan mutu dan keamanan pangan segar.
Strategi-strategi tersebut lebih lanjut diimplementasikan melalui berbagai program, seperti pemberian rekomendasi mengenai ketersediaan, kebutuhan dan cadangan pangan, pengendalian harga pangan, serta pengendalian pangan di tingkat produsen dan konsumen.
Dalam konteks itu, pemerintah juga telah menerbitkan peraturan presiden nomor 125 tentang pelaksanaan cadangan pangan pemerintah.
Pada sesi diskusi tersebut, Arief merekomendasikan kebijakan yang terkait dengan penanganan kerentanan dan pemberian edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang pangan dan gizi.
Ia juga merekomendasikan kebijakan tentang bantuan pangan dalam konteks pencegahan dan pengendalian kerentanan pangan dan gizi, serta pemanfaatan pangan sebelum terbuang.
Sementara itu, pada sesi yang sama Uganda mengajak para peserta Forum Indonesia-Afrika (IAF) untuk berinvestasi di bidang pertanian dan sektor pangan, terutama komoditas susu, guna mewujudkan ketahanan pangan bagi semua pihak.
"Kami ingin menarik minat investor untuk berdagang dan berinvestasi di Uganda, di bidang pertanian," kata Menteri Negara Bidang Pertanian, Industri Hewan, dan Perikanan Uganda Adoa Hellen pada Selasa (3/9).
Ia menyebut bahwa pertanian dan industri hewan ternak merupakan salah satu sektor yang mendorong pertumbuhan ekonomi negara itu, dengan 80 persen penduduk Uganda bekerja di bidang pertanian. Oleh karena itu, ia mengajak Indonesia dan negara-negara Afrika untuk berinvestasi di sana.
Adapun Presiden Rwanda Paul Kagame dan Menteri Pertanian Liberia Alexander Nuetah menyampaikan apresiasi terhadap kinerja sektor pertanian Indonesia dalam meningkatkan produktivitas di tengah kekeringan berkepanjangan akibat fenomena El Nino.
"Kami mengagumi pembangunan pertanian di Indonesia yang begitu cepat dalam meningkatkan produktivitas," kata Paul setelah selesainya rangkaian forum pada Selasa (3/9).
Paul menyampaikan hal tersebut saat hendak kembali ke negaranya usai mengikuti rangkaian kegiatan IAF yang berlangsung tiga hari pada 1-3 September di Bali.
Apresiasi serupa juga disampaikan Menteri Pertanian Liberia Alexander Nuetah yang menyampaikan kekaguman atas upaya Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan pertanian.
Alexander menyebut pertanian Indonesia berkembang luar biasa terutama pada penerapan teknologi mekanisasi menuju modernisasi.
Di Liberia, saat ini tengah berupaya keras mewujudkan swasembada pangan. "Namun kondisi produksinya masih rendah, di mana produksi padinya masih 1,2 ton per hektare," ujar Alexander. Ia berharap Indonesia dapat mengirimkan ahli pangan untuk membantu perkembangan pertanian di negara itu.
Dia ingin Liberia menjadi negara Afrika yang memiliki kemajuan pesat terutama dalam memanfaatkan teknologi mesin untuk pertanian, seperti halnya di Indonesia. "Begitu pula terkait modernisasi pertanian, saya berharap Indonesia berkenan mengirimkan ahlinya untuk pengembangan pertanian modern," kata dia.
Mentan Liberia itu menyerahkan buku agenda Liberians Feed Yourselves 2024-2030 yang ditandatangani Presiden Liberia Joseph Nyuma Boakai, Sr kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.
Sementara itu, Menteri Pertanian Indonesia Andi Amran Sulaiman menginstruksikan jajaran Biro Kerja Sama Luar Negeri (KLN) Kementerian Pertanian untuk segera membuat draf nota kesepahaman bagi kedua negara.
Mentan mengatakan bahwa rencana pengembangan cetak sawah yang mulai dirintis tahun ini mencapai kurang lebih tiga juta hektare. Dengan luas pengembangan tersebut, diharapkan dalam tiga tahun Indonesia mampu mewujudkan swasembada dan menjadi lumbung pangan dunia.
Dengan mengambil tema "Bandung Spirit for Africa's Agenda 2063", Indonesia menjadikan IAF ke-2 2024 sebagai landasan untuk melanjutkan pembangunan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara Afrika pada masa mendatang.
Forum yang berlangsung bersamaan dengan pelaksanaan Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (HLF-MSP) itu telah menghasilkan sejumlah capaian.
Capaian-capaian tersebut antara lain penandatanganan empat kesepakatan bisnis di sektor industri strategis, sembilan sektor bisnis kesehatan, dan enam sektor bisnis energi baru terbarukan (EBT), dengan angka deliverables atau kerja sama konkret mencapai lebih dari 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp54,4 triliun).
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024