Bogor (ANTARA News) - Keberatan dan kerisauan mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), Letjen TNI (Pur) Prabowo Subianto, atas buku mantan Presiden BJ Habibie, "Detik-detik yang Menentukan", yang telah diluncurkan Sabtu (19/8), dinilai seorang analis politik akan lebih elegan jika dijawab melalui buku. "Cara yang paling baik dan elegan adalah Prabowo juga menulis buku untuk mengklarifikasi keberatan dirinya. Langkah ini merupakan proses pembelajaran dan mencerdaskan bangsa Indonesia dalam alam demokrasi," kata Mayjen TNI Glenny Kairupan, staf pengajar di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) kepada ANTARA di Bogor, Kamis. Ia diwawancarai seputar buku Habibie yang kemudian mendapatkan tanggapan Prabowo Subianto, yang merasa keberatan pada bagian buku tersebut, khususnya saat Prabowo mendatangi Istana pada situasi genting setelah 21 Mei 1998 pasca turunnya Presiden Soeharto, dimana kemudian akhirnya Prabowo dicopot dari jabatannya sebagai Pangkostrad. Dalam pemberitaan sebelumnya -- sebelum peluncuran buku BJ Habibie --Prabowo Subianto bahkan pernah dilukiskan seolah-olah akan melakukan kudeta ketika mendatangi Istana Kepresidenan. Menurut Glenny Kairupan, ia sepakat bahwa penulisan sejarah -- terlebih yang diliputi kentalnya suasana politik -- cenderung punya subyektifitas cukup tinggi oleh pelakunya, apalagi hampir semua para pelakunya dalam kasus itu masih banyak yang hidup, sehingga menimbulkan kontroversi. Karena itu, kata dia, dengan cara elegen melalui penulisan buku juga, selain dapat memberikan pembelajaran menyikapi perbedaan di alam demokratis secara benar, yang juga bermanfaat adalah perlunya dua pihak untuk memaparkan data dan fakta yang dimilikinya, meski tetap berkecenderungan subyektif pula. "Nah, dari dua informasi, fakta dan data yang dipaparkan, tentu masyarakat yang akan menilai seberapa akurat data-data yang dipaparkan. Jadi, dalam masalah ini, masyarakat diberi kesempatan menilai perbedaan itu," katanya. Mengenai keinginan Prabowo untuk meminta waktu bertemu Habibie guna melakukan klarifikasi, ia melihat hal itu adalah hal yang wajar, namun yang diperlukan bukan selesai pada klarifikasi, namun lebih baik dalam bentuk penulisan buku dimaksud. "Di dalam buku (Prabowo) itu, nantinya juga diberikan bagian klarifikasi juga dari Pak Habibie, sehingga tidak dinilai sepihak," katanya. Namun, terlepas dari kontroversi tersebut, ia melihat bahwa sampai delapan tahun pasca reformasi, kekhawatiran bahwa militer di Indonesia akan melakukan kudeta -- termasuk gambaran Prabowo Subianto saat itu -- tidak terbukti, karena adanya komitmen TNI untuk konsisten tidak melanggar konstitusi. (*)

Copyright © ANTARA 2006