Tripoli (ANTARA News) - Ahmed Miitig, seorang pengusaha yang didukung kelompok garis keras, terpilih sebagai perdana menteri baru Libya, Minggu, setelah menang dalam pemungutan suara di parlemen, kata seorang pejabat.

Setelah sidang ricuh Kongres Umum Nasional (GNC), Miitig semula dikabarkan memperoleh hanya 113 dari 120 suara yang dibutuhkan sesuai dengan konstitusi dalam pemungutan suara itu.

Namun, pejabat GNC Salah al-Makhzoum mengatakan kemudian, Miitig kenyataannya memperoleh 121 suara di parlemen sementara beranggotakan 185 orang -- tampaknya setelah penghitungan ulang -- dan ia mengalahkan saingannya, Omar al-Hassi, seorang guru besar perguruan tinggi.

Sidang itu merupakan yang kedua dalam sepekan yang dilakukan GNC, badan politik tertinggi Libya, untuk memutuskan antara kedua calon itu. Sebelumnya ada tujuh calon dalam pemilihan tersebut.

Parlemen berkumpul Selasa lalu ketika Miitig memperoleh 67 suara pada babak pertama, yang disusul oleh Hassi dengan 34 suara.

Babak kedua pemungutan suara terganggu oleh orang-orang bersenjata yang menyerbu gedung parlemen, memberondongkan tembakan dan memaksa wakil rakyat mengosongkan bangunan itu.

GNC berusaha memilih seorang perdana menteri untuk mengatasi pelanggaran hukum yang meningkat di negara Afrika Utara itu.

Parlemen menggulingkan PM Ali Zeidan pada Maret karena kegagalannya mengendalikan kekerasan yang meningkat sejak pemberontakan 2011 yang menggulingkan dan menewaskan Muamar Gaddafi.

Militan di Libya, khususnya di wilayah timur, menyerang aparat keamanan, warga asing, hakim, aktivis politik serta pekerja media, yang menewaskan lebih dari 300 orang.

Serangan bom mobil yang ditujukan pada sebuah akademi militer di kota Benghazi, Libya timur, pada 17 Maret, menewaskan sedikitnya tujuh prajurit dan mencederai 12 orang

Pada 22 Desember, serangan bom mobil bunuh diri terhadap sebuah pos keamanan 50 kilometer dari Benghazi menewaskan 13 orang.

Pada 2 Maret, orang-orang bersenjata menembak mati seorang insinyur Prancis di Benghazi.

Pada 24 Februari, tujuh orang Mesir ditemukan tewas akibat penembakan di dekat Benghazi, sementara pada Januari, orang-orang bersenjata menculik lima diplomat Mesir di Tripoli dan menahan mereka selama beberapa jam.

Pada 5 Desember, seorang guru Amerika ditembak mati di Benghazi, 15 bulan setelah serangan mematikan terhadap konsulat AS di kota Libya timur itu.

Korban tewas adalah seorang warga AS yang mengajar di sekolah internasional di kota itu, kata juru bicara badan keamanan Ibrahim al-Sharaa.

Pada hari yang sama, dua prajurit Libya tewas ditembak dalam insiden-insiden terpisah - serangan mematikan terakhir terhadap aparat keamanan dalam beberapa pekan ini.

Pada 28 November, tiga prajurit tewas ketika militer bentrok dengan militan Ansar al-Sharia pada hari terakhir pemogokan tiga hari untuk memprotes keberadaan milisi di kota itu.

Dalam serangan lain pada hari itu, orang-orang bersenjata yang naik sebuah kendaraan memberondongkan tembakan ke arah dua prajurit ketika mereka memasuki sebuah mobil setelah meninggalkan kafe, menewaskan satu orang.

Dewan kota Benghazi mengumumkan pemogokan tiga hari setelah patroli militer diserang di dekat markas Ansar al-Sharia, kelompok militan yang dituduh bertanggung jawab atas serangan terhadap misi AS pada 2012.

Pihak berwenang menyalahkan kelompok garis keras atas kekerasan di Benghazi.

Militan yang terkait dengan Al Qaida menyerang Konsulat AS di Benghazi yang menewaskan Duta Besar AS untuk Libya, Chris Stevens, dan tiga warga lain Amerika pada 11 September 2012.

Pemerintah baru Libya hingga kini masih berusaha mengatasi banyaknya individu bersenjata dan milisi yang memperoleh kekuatan selama konflik bersenjata yang menggulingkan Muamar Gaddafi, demikian AFP.

(Uu.M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014