Dalam siaran pers oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu, Winda mengatakan bahwa dalam tahapan perkembangan anak, terdapat empat aspek, dan bicara serta bahasa merupakan salah satu aspek tersebut. Dia mengatakan, proses belajar anak-anak adalah dengan meniru, sehingga saat mengajari, perlu dipastikan ada kontak mata agar anak dapat belajar.
"Jadi anak kan umumnya ukurannya mungil-mungil, ya, kalau kita orang dewasa ngomong ke anak tapi sambil berdiri atau anak tidak melihat wajah kita, tidak melihat gerakan bibir dan mulut kita, nanti anak tidak bisa meniru kita. Jadi hanya ada suara-suara yang masuk, tapi karena tidak ada kontak mata langsung anak jadi bingung bagaimana merespon terhadap suara-suara ini," katanya.
Winda menyebutkan, selain kontak mata, perlu mengajari anak dengan bahasa baku. Dia mencontohkan, kata 'makan' sebaiknya tidak diganti menjadi mamam atau maem, karena dapat membuat anak bingung.
Baca juga: Kiat memulai edukasi pada anak agar terhindar dari pelecehan seksual
Baca juga: Mengajari cuci tangan bisa bantu mencerdaskan anak
Kemudian, ujarnya, perlu menghindari penggunaan berbagai bahasa, dan berfokus pada bahasa ibu terlebih dahulu, dan apabila sudah bisa, boleh mengajari bahasa-bahasa lain, seperti bahasa daerah. Secara teori, katanya, mengajari anak untuk berbahasa lain di luar bahasa ibu umumnya saat anak berusia 2 tahun.
"Kemudian menyanyi. Nah, menyanyi itu bagi kita orang dewasa apaan sih, nyanyi doang gitu, ya. Tapi bagi anak itu adalah suatu proses pembelajaran yang sangat kompleks," kata dia menambahkan.
Dia menjelaskan bahwa saat menyanyi, anak harus mengetahui kata dan merangkainya menjadi kalimat, kemudian menyanyikannya dengan nada-nada tertentu. Oleh karena itu, katanya, memberi stimulus dengan menyanyikan lagu anak-anak dapat menjadi sebuah pilihan.
Menurut Winda, secara umum, ketika anak memasuki umur 24 bulan atau 2 tahun, mereka sudah dapat merangkai kata-kata yang dapat dipahami orang dewasa, contohnya ayah main atau ibu sapu.
Dalam kesempatan itu, dia juga menyarankan untuk membatasi penggunaan gawai, karena tidak ada komunikasi dua arah yang dapat membantu perkembangan anak.
"Yang disarankan adalah menggunakan gadget tapi untuk kegiatan yang interaktif. Jadi contohnya mungkin orang tuanya atau saudara kakek neneknya berada di luar kota kadang-kadang kita melakukan panggilan video, video call," katanya.*
Baca juga: Cara Putri Titian ajarkan nilai-nilai kebaikan pada anak
Baca juga: Mona Ratuliu kapok ajari anak sambil ngomel
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024