Jakarta (ANTARA News) - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menjelaskan fungsi ruang karoke di rumah dinas ketua MK di komplek Widya Chandra Jakarta.

Mahfud menjelaskan itu dalam persidangan perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Akil Mochtar, yang juga mantan ketua MK, di pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta, Senin.

"Ruang karoke adalah kamar tidur biasa yang saya beri DVD player dan monitor ditambah peredam di tembok agar suara tidak keluar," kata Mahfud dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Saat menjadi saksi di KPK Januari lalu, Mahfud mengatakan bahwa Akil menyembunyikan uang di tembok ruang karoke rumah dinas ketua MK di kompleks Widya Chandra.

"Di media massa seolah-olah saya katakan ada uang yang disembunyikan di tembok, padahal penyidik yang mengatakan hal itu, dan setahu saya, itu adalah lemari yang melekat di tembok dan ditambah dengan peredam yang harganya kurang dari Rp2 juta," ungkap Mahfud yang menjabat sebagai Ketua MK sejak Agustus 2008 - 31 Maret 2013.

Menurut Mahfud, ia tidak mengubah tata letak ruangan tersebut karena memang tidak boleh ada perubahan.

"Begitu saya masuk di situ Agustus 2008, maka pada September sudah memasang peredam, TV dan DVD player saja. Sebelumnya adalah lemari tempat menyimpan baju dan juga buku," ungkap Mahfud.

Dimensi lemari tersebut menurut Mahfud memiliki lebar 1,5 meter dan tinggi 2 meter.

"Aslinya bukan ruang karoke, tapi ruang tidur dengan tempat tidur diganti jadi kursi ditambah monitor, DVD player dan peredam suara jadi untuk nyanyi-nyanyi," tambah Mahfud.

Dan setelah Mahfud tidak lagi menjabat sebagai ketua MK, ia tidak pernah lagi berkunjung ke rumah tersebut.

KPK mendakwa Akil menerima Rp63,315 miliar sebagai hadiah terkait pengurusan sembilan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) di MK, dengan Rp10 miliar dalam bentuk janji untuk satu sengketa pilkada, serta pencucian uang dengan menyamarkan harta sebesar Rp161 miliar pada 2010-2013 dan harta sebanyak Rp22,21 miliar dari kekayaan periode 1999-2010.

Kasus-kasus Pilkada yang diduga mengandung suap dan melibatkan Akil Mochtar antara lain:

Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp3 miliar)
Kabupaten Lebak (Rp1 miliar)
Kabupaten Empat Lawang (Rp10 miliar dan 500 ribu dolar AS)
Kota Palembang (Rp19,9 miliar)
Kabupaten Lampung Selatan (Rp500 juta)
Kabupaten Buton (Rp1 miliar)
Pilkada Kabupaten Pulau Morotai (Rp2,99 miliar)
Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp1,8 miliar)
Pilkada Banten (Rp7,5 miliar)
Janji untuk memberikan Rp10 miliar dari sengketa Pilkada Provinsi Jawa Timur..

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014