Paylater atau BNPL adalah sebuah istilah yang merujuk pada jasa transaksi pembayaran. Pada dasarnya paylater adalah layanan untuk menunda pembayaran atau berhutang dan wajib dilunasi di kemudian hari. Dengan layanan ini, seseorang bisa membeli barang tanpa harus membayar langsung tapi sebagai gantinya harus membayar tiap bulan beserta bunganya.
Berdasarkan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) nilai penyaluran perusahaan pembiayaan (PP) beli sekarang bayar nanti atau buy now pay later meningkat 33,64 persen yoy menjadi sebesar Rp6,81 triliun per Mei 2024.
Angka yang cukup mendukung untuk menyebut bahwa pembiayaan paylater di Indonesia memiliki potensi pasar yang cukup besar sejalan dengan perkembangan perekonomian berbasis digital.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman bahkan menyebut prospek yang cukup baik tersebut juga terlihat dari rasio Non-Perfoming Financing (NPF) gross dan NPF netto PP BNPL yang masing-masing tercatat sebesar 3,22 persen dan 0,84 persen.
Maka pertumbuhan paylater jika tetap diawasi dalam koridor tidak akan menjadi ancaman dengan catatan aturan terkait hal itu ditegakkan dengan baik.
Beberapa hal yang masih dalam pembahasan OJK antara lain terkait persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan paylater, kepemilikan sistem informasi, serta perlindungan data pribadi.
Selain itu, ada hal-hal lain yang juga masih dalam proses pengkajian mencakup rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, dan manajemen risiko.
Alasan diminati
Tak hanya menjadi fenomena dan bagian gaya hidup bagi masyarakat di Indonesia, layanan paylater di berbagai negara memiliki karakteristik yang unik, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat perkembangan teknologi, literasi keuangan, dan regulasi pemerintah.
Meskipun demikian, ada beberapa tren umum yang dapat dilihat, seperti pertumbuhan yang pesat, fokus pada generasi muda, dan persaingan yang semakin ketat.
Tiongkok merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan layanan paylater yang sangat pesat. Studi kasus di Tiongkok dapat memberikan gambaran tentang bagaimana layanan paylater seperti Alipay dan WeChat Pay telah mengubah lanskap pembayaran di negara tersebut.
Dua raksasa teknologi ini telah menguasai pasar pembayaran digital di Tiongkok. Integrasi paylater ke dalam platform mereka membuat layanan ini sangat mudah diakses oleh jutaan pengguna.
Salah satu dampaknya paylater di Tiongkok mendorong konsumsi impulsif, terutama di kalangan generasi muda. Namun, juga mendorong pertumbuhan e-commerce dan ekonomi digital secara keseluruhan.
Umumnya layanan ini di Tiongkok tidak hanya digunakan untuk belanja online, tetapi juga untuk pembayaran tagihan, transportasi, dan berbagai layanan lainnya. Ini telah menjadi bagian integral dari gaya hidup masyarakat.
Sebagai mitigasi, Pemerintah Tiongkok telah mengeluarkan berbagai regulasi untuk mengelola pertumbuhan paylater, termasuk batasan jumlah pinjaman dan persyaratan kredit yang lebih ketat.
Di negara lain, misalnya saja Swedia yang selama ini dikenal dengan sistem keuangan yang inovatif. Studi kasus di Swedia dapat memberikan gambaran tentang bagaimana layanan paylater berkembang di negara dengan tingkat literasi keuangan yang tinggi.
Mereka dikenal dengan pendekatannya yang inovatif terhadap fintech, tetapi juga memiliki regulasi yang ketat untuk melindungi konsumen.
Namun, meskipun tingkat literasi keuangan tinggi, paylater tetap populer. Hal ini menunjukkan bahwa kemudahan akses dan fleksibilitas pembayaran menjadi daya tarik utama.
Penyedia layanan paylater di Swedia sangat menekankan transparansi mengenai biaya dan syarat pembayaran. Hal ini bertujuan untuk memberikan konsumen informasi yang lengkap sebelum mereka memutuskan untuk menggunakan layanan tersebut.
Banyak penyedia paylater di Swedia menjalin kemitraan dengan bank untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan kepercayaan konsumen.
Sementara jika belajar dari Amerika Serikat, negara itu memiliki pasar layanan paylater yang sangat besar. Studi kasus di Amerika Serikat dapat memberikan gambaran tentang persaingan yang ketat antara berbagai penyedia layanan paylater, serta dampaknya terhadap konsumen.
Pasar paylater di AS cenderung sangat kompetitif dengan banyak pemain baru yang terus bermunculan. Perusahaan-perusahaan besar seperti Affirm dan Afterpay menjadi pemain utama.
Layanan ini di negara tersebut sangat populer di kalangan generasi muda yang seringkali memiliki akses kredit terbatas. Selain itu, regulasi terhadap paylater di AS masih terus berkembang. Otoritas keuangan sedang berupaya untuk melindungi konsumen dari jebakan utang.
Umumnya paylater di AS telah terintegrasi dengan banyak platform e-commerce, membuat proses pembayaran menjadi sangat mudah dan cepat.
Pesatnya pertumbuhan paylater dan mengapa keberadaannya sangat disukai konsumen di banyak negara tentu karena kemudahan akses dan kepraktisannya. Proses pengajuan yang sederhana dan cepat membuat paylater semakin diminati.
Ditambah lagi, fleksibilitas pembayaran termasuk opsi cicilan tanpa bunga dan tenor yang beragam menarik minat konsumen untuk membeli barang atau jasa yang diinginkan. Mereka banyak berkolaborasi dengan platform e-commerce yang memperluas jangkauan layanan paylater.
Mitigasi ancaman
Di Indonesia layanan paylater terus tumbuh di tengah kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang menurunkan daya beli masyarakat.
Dengan demikian, potensi ancaman terhadap lembaga keuangan mungkin saja terjadi dari sisi kenaikan jumlah kredit macet akibat ketidakmampuan nasabah membayar tagihan paylater. Sementara seiring dengan meningkatnya jumlah penyedia layanan paylater, dapat memicu persaingan yang tidak sehat dan berpotensi menurunkan kualitas layanan.
Maka dari itu, Indonesia harus memperketat regulasi untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas sistem keuangan sebagaimana di negara lain.
Sampai saat ini OJK telah memantau dengan cermat perkembangan industri paylater di Indonesia. Bahkan pemerintah terus mengkampanyekan literasi keuangan agar masyarakat memahami risiko dan manfaat dari penggunaan berbagai fasilitas pembiayaan termasuk paylater.
Lembaga keuangan yang menyediakan layanan paylater juga ditekankan harus memiliki sistem manajemen risiko yang baik untuk mengantisipasi potensi kerugian.
OJK juga mendorong kolaborasi antara lembaga keuangan, fintech, dan pemerintah untuk mengembangkan ekosistem paylater yang sehat dan berkelanjutan.
Pertumbuhan paylater di tengah penurunan daya beli memang menimbulkan tantangan tersendiri bagi lembaga keuangan. Namun, dengan pengelolaan risiko yang baik, literasi keuangan yang memadai, dan regulasi yang tepat, potensi risiko dapat diminimalisir.
Bagi konsumen, disarankan sebelum menggunakan paylater, harus memastikan untuk memahami syarat dan ketentuan, serta kemampuan untuk membayar tagihan tepat waktu.
Sementara lembaga keuangan dituntut meningkatkan kualitas layanan, memperkuat sistem manajemen risiko, dan berinovasi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Sedangkan otoritas harus memperkuat pengawasan terhadap industri, mendorong literasi keuangan, dan menyusun regulasi yang komprehensif.
Inilah sejatinya ekosistem yang sehat dalam dunia paylater, memberikan kemudahan pembiayaan dengan manajemen risiko yang tetap terjaga sehingga pertumbuhan ekonomi terdorong kian dinamis.
Copyright © ANTARA 2024