Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah didakwa memberikan uang Rp1 miliar kepada Akil Mochtar untuk mengurus perkara sengketa pemilihan kepala daerah Lebak di Mahkamah Konstitusi pada 2013, ketika Akil menjabat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi.

"Terdakwa bersama-sama dengan Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu uang sebesar Rp1 miliar kepada hakim yaitu M Akil Mochtar selaku hakim konstitusi untuk mempengaruhi putusan perkara," kata jaksa penuntut umum KPK Edy Hartoyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa.

Atut diketahui sejak Maret 2013 mendukung pasangan calon bupati-wakil bupati Lebak, Amir Hamzah dan Kasmin, namun pasangan tersebut kalah dari pasangan Iti Oktavia Jayabaya dan Ade Sumardi berdasarkan perhitungan Komisi Pemilihan Umum 8 September 2013.

Pada 9 September 2013, Atut mengumpulkan Amir Hamzah, Kasmin dan Rudy Alfonso di Hotel Sultan untuk mengajukan keberatan terhadap hasil pemilihan bupati dan wakil bupati Lebak tahun 2013  ke Mahkamah Konstitusi.

Akil menjadi ketua panel hakim konstitusi yang menangani perkara itu bersama Maria Farida Indrati dan Anwar Usman.

Pada 22 September 2013 Atut, Wawan dan Akil bertemu di lobby hotel JW Marriott Singapura. Atut meminta Akil memenangkan perkara pasangan Amir Hamzah-Kasmin dan memutuskan memerintahkan penghitungan ulang hasil pemungutan suara di seluruh tempat pemungutan suara di Kabupaten Lebak.

Atut mengutus adiknya, Wawan, untuk mengurus perkara itu. Pada 25 September 2013, Akil meminta Wawan datang ke rumah dinasnya untuk membicarakan pengurusan perkara sengketa pilkada Lebak.

Pada 26 September 2013, Atut, Amir Hamzah, Kasmin, dan pengacara Susi Tur bertemu di kantor Gubernur Banten. Amir melapor ke Ratu Atut mengenai peluang dikabulkannya perkara permohonan keberatan terhadap hasil pilkada Lebak.

"Atas laporan tersebut terdakwa menelepon Djohermansyah Djohan Direktur Jenderal Otonomi Daerah pada Kemendagri mengenai teknis pelaksanaan PSU," tambah jaksa Edy.

Pada 28 September 2013 Akil meminta Susi menyampaikan kepada Atut untuk menyiapkan Rp3 miliar untuk mengurus penanganan perkara itu.

Setelah mendapat persetujuan dari Atut, Wawan menyampaikan kepada Susi bahwa ia hanya bersedia menyiapkan uang Rp1 miliar untuk Akil.

Susi pun beberapa kali mengirim pesan ke Akil mengenai uang Rp1 miliar itu. Akil menjawab pesannya dengan "ah males aku gak bener janjinya." Tapi Susi terus membujuk agar Akil bersedia membantu.

Pada 1 Oktober 2013 Susi menerima uang Rp1 miliar dari staf Wawan yang bernama Ahmad Farid Asyari di Hotel Allson.

Mahkamah Konstitusi pada hari itu memutuskan memerintahkan KPU Lebak melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara sehingga Susi menganggap Akil meluluskan permintaannya.

Sebelum sidang pleno Mahkamah Konstitusi, Susi mengucapkan terima kasih lewat layanan pesan pendek kepada Akil. Dalam pesannya Susi mengatakan, "pak terima dulu ini 1 sy sampaikan kemana nanti sy mintain lg atas pemberitahuan tersebut."

Akil menyetujuinya dengan mengirim SMS, "saya pusing udh kl gini sus terpaksalah..." dan Susi membalas dengan "sisanya sy nanti ngomong ama bu atut".

Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan membatalkan rekapitulasi hasil perhitungan suara dan memerintahkan KPU Kabupaten Lebak melaksanakan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara di Kabupaten Lebak.

Namun Susi belum sempat memberikan uang Rp1 miliar yang sudah disiapkan untuk Akil karena Akil masih sidang perkara yang lain sehingga dia kemudian membawa uang itu ke rumah orang tuanya.

Pada 2 Oktober 2013 Susi memberitahu Wawan mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi soal sengketa pilkada Lebak.

Pada tanggal yang sama sekitar pukul 22.30 WIB KPK menangkap Susi di rumah pribadi Amir Hamzah di Lebak dan tas berisi uang Rp1 miliar yang disimpan di rumah orang tua Susi disita petugas KPK.

Dalam perkara itu jaksa KPK menjerat Atut dengan pasal 6 ayat 1 huruf a subsider pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai perbuatan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.

"Saya tidak mengajukan keberatan yang mulia," kata Atut seusai mendengar dakwaan.


Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014