Dekan FK Unpad Yudi Mulyana Hidayat mengatakan proses penyelidikan dan peninjauan oleh pihak fakultas dengan Komisi Disiplin, Etika dan Anti Kekerasan Fakultas Kedokteran dan RS Hasan Sadikin telah dilakukan dan rekomendasi sanksi telah dikirimkan pada pihak Universitas.
"Jadi kita proses, dan ditenggarai sanksi berat yang diberikan tapi masih harus dikaji hukumnya. Mungkin dalam waktu dekat keluar SK dari Universitas karena fakultas hanya mengusulkan sanksi berat, sedangkan staf dosen kewenangannya ada di Universitas," kata Yudi saat dikonfirmasi ANTARA di Bandung, Kamis.
Saat ditemui di kawasan Unpad Bandung, Rabu (10/9), Yudi menceritakan bahwa sanksi yang diusulkan untuk diterapkan berupa larangan bagi yang bersangkutan memberikan pelayanan baik sebagai dokter konsulen di pendidikan RS, dan juga dosen pengajar dalam perkuliahan di kelas atau luar kelas.
Baca juga: IDI Jabar: Perundungan di PPDS bertentangan dengan kode etik dokter
Baca juga: Kemenko PMK segera gelar rapat koordinasi soal kasus PPDS
Jangka waktu hukuman bagi yang bersangkutan, kata Yudi, adalah antara enam bulan sampai satu tahun jika diterapkan sanksi berat.
"Jadi tidak boleh memberikan pelayanan antara enam bulan sampai setahun. Namun, kalau jabatan pangkat golongan sih enggak digrounded," kata Yudi.
Terkait tidak diberhentikannya oknum dosen tersebut, Yudi mengatakan pihaknya berpandangan bahwa pelanggaran yang dilakukan tidak sampai pada kategori yang sangat berat hingga mengarahkan kepada sanksi pemberhentian.
Dalam kesempatan itu, Yudi juga menjelaskan bahwa oknum dosen yang diduga melakukan perundungan merupakan kasus terpisah dari perundungan senior ke junior pada PPDS Bedah Saraf RS Hasan Sadikin yang ramai beberapa waktu lalu, meski terjadi pada kelompok atau gelombang PPDS yang sama.
"Jadi tidak berhubungan, ya, tidak berbarengan berkonspirasi di situ, itu enggak. Tapi korbannya kurang lebih pada kelompok yang sama," ucapnya.
Terkait pemberian sanksi tersebut, Yudi menjelaskan itu adalah sebagai implementasi prinsip yang dipegang oleh fakultas bahwa pencegahan atau penanganan perundungan tidak hanya pada peserta didik, tapi termasuk pada pengajar, sehingga ketika diduga ada perlakuan perundungan yang dilakukan oleh dosen, harus diberikan tindakan juga.
"Karena aturannya sudah ada di dalam pedoman, bagaimana etika dosen itu sudah dibuat, mulai dari senat akademik Unpad, sampai ke fakultas ada semua rentetan itu," ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan data kajian etik dan hukum perundungan oleh dosen/konsulen kepada peserta didik, diketahui perkara perundungan pada PPDS Bedah Saraf terungkap ketika seorang peserta didik bedah saraf Unpad mengundurkan diri pada Juni 2024.
Pada kajian tersebut, salah satunya diketahui para peserta didik diminta menyewa kamar di salah satu hotel dekat RSHS selama enam bulan. Selain itu, mereka mengeluarkan uang setidaknya hingga Rp65 juta per orang untuk bulan-bulan tersebut buat keperluan sewa kamar hotel dan kebutuhan, hingga ada juga permintaan senior.
Kebutuhan senior yang didanai itu, di antaranya untuk hiburan (entertainment), makan-minum, penyewaan mobil, dan kebutuhan wingman.
Selain itu, dalam dokumen itu terungkap pula ada dugaan kekerasan fisik hingga pelecehan verbal dari senior terhadap para peserta didik.
Pada kajian itu, pihak komite etik pun sempat meminta klarifikasi tindakan kekerasan yang dilakukan dokter spesialis bedah saraf senior terkait terhadap peserta didik. Hasilnya sebanyak 10 orang diberi sanksi dan satu orang dosen masih menunggu jatuhnya sanksi pada dirinya.
Selain kasus pada departemen spesialis bedah saraf itu, FK Unpad juga telah menindak pelaku perundungan pada departemen spesialis urologi sebanyak tujuh orang mahasiswa calon dokter spesialis senior atau mahasiswa yang lebih lama satu semester dari korbannya.
Tujuh pelaku dalam kasus yang terjadi pada 2023 di RS Hasan Sadikin itu, melakukan perundungan seperti menyuruh push up pada junior yang telat datang, padahal tindakan itu tidak berhubungan dengan pendidikan kedokteran. Tujuh pelaku kemudian diberi sanksi dengan surat peringatan oleh fakultas.*
Baca juga: MRPTNI siap jadi mediator guna tangani perundungan dalam PPDS
Baca juga: Kemendikbud diminta ikut tangani dugaan perundungan di PPDS Undip
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024