Hal ini penting untuk mempermudah akses layanan publik bagi anak-anak. Dia menegaskan tidak hanya sebagai bukti identitas resmi anak, KIA juga merupakan instrumen yang dapat memberikan manfaat nyata dalam berbagai aspek kehidupan anak.
"Melalui Kartu Identitas Anak ini diharapkan pemerintah dapat memberikan manfaat dan perlindungan yang lebih luas, dibandingkan apabila hanya sekadar memiliki dokumen hukum akta kelahiran yang sudah ada," kata Yusharto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, Yusharto menjelaskan KIA merupakan salah satu dokumen kependudukan yang berfungsi sebagai bukti identitas resmi untuk anak di bawah umur 17 tahun dan belum menikah.
Ini berfungsi seperti halnya Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi orang dewasa.
Dirinya menerangkan manfaat KIA di antaranya sebagai pemenuhan hak anak, persyaratan mendaftar sekolah, mendaftar BPJS, pembuatan dokumen keimigrasian, hingga mempermudah pendataan saat terjadi peristiwa hukum.
Manfaat KIA selanjutnya, yakni untuk mencegah perdagangan anak, mengurus klaim santunan kematian, identifikasi jenazah korban anak, dan keperluan lain yang membutuhkan bukti diri sah.
Dia mengatakan KIA tidak hanya memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang lahir dan tinggal di Indonesia, tetapi juga anak-anak warga negara Indonesia yang merupakan diaspora di berbagai negara.
Jika mereka tinggal di luar negeri, KIA tetap dikeluarkan berdasarkan asas ius sanguinis yakni menentukan kewarganegaraan berdasarkan gabungan darah atau keturunan, bukan negara tempat kelahiran.
"Dengan demikian, hal ini akan lebih melengkapi jenis layanan publik yang kita bisa berikan dan kita bisa bekerja sama dengan konsul-konsul jenderal maupun duta besar yang ada di berbagai negara," tegasnya.
Sementara itu, Guru Besar Universitas Profesor Dr. Moestopo (Beragama) Triyuni Soemartono mengaku sepakat bahwa tujuan utama dari dikeluarkannya KIA adalah untuk melindungi hak konstitusional anak sebagai warga negara Indonesia.
Selain itu juga untuk memudahkan anak mendapatkan pelayanan publik meliputi kesehatan, pendidikan, imigrasi, perbankan, transportasi, dan lain sebagainya.
Guna mengoptimalkan pemanfaatan KIA tersebut, Tri menyebutkan diperlukan tiga hal penting. Ini meliputi penguatan regulasi KIA, dukungan insentif bagi stakeholders seperti berupa anggaran, hingga policy emphasize atau penekanan arah fokus kebijakan.
"Karena Kemendagri harus memastikan keberadaan KIA ke depannya [benar-benar dapat melindungi hak-hak konstitusional warganya]. Saran saya tingkatkan pengaturan regulasi KIA dari Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) menjadi Perpres (Peraturan Presiden)," jelas Tri.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Agustina Situmorang.
Dia menjelaskan capaian kepemilikan KIA secara nasional masih relatif rendah, yakni 53,58 persen per Januari 2024.
Ia berharap ke depan kepemilikan KIA dapat meningkat begitu juga dengan manfaatnya yang semakin luas dirasakan oleh masyarakat.
Di lain sisi, Agustina juga mengapresiasi kajian yang dilakukan tim BSKDN terkait pemanfaatan KIA dalam pelayanan publik yang dinilai sudah cukup komprehensif. Ia berharap kajian tersebut dapat berdampak positif terhadap pemanfaatan KIA.
"Secara umum ini analisisnya sudah bagus, sudah dilakukan cukup komprehensif dengan metode analisis yang sudah sangat tepat, saya mengucapkan selamat kepada tim, semoga ke depannya ini dapat (menjadi rekomendasi) pemanfaatan KIA yang lebih baik," pungkas Agustina.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024