Dalam pidato nasional, Faye mengatakan bahwa pemilu cepat akan diadakan pada 17 November tahun ini.
"Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada saya, berdasarkan Pasal 87 Undang-Undang Dasar, dan setelah beruntung dengan Dewan Konstitusi tentang tanggal yang tepat, dengan Perdana Menteri, dan Presiden Majelis Nasional, mengenai kemanfaatan, saya membubarkan Majelis Nasional," katanya.
Langkah tersebut diambil enam bulan setelah Faye terpilih melalui janji-janji perubahan.
Dia mengatakan badan legislatif yang didominasi oposisi telah mempersulit dirinya untuk melaksanakan "transformasi sistemik" yang dijanjikannya selama kampanye.
Dia meminta para pemilih untuk memberikan mandat kepada partai Patriot Senegal untuk Pekerjaan, Etika dan Persaudaraan (PASTEF).
Majelis yang akan berakhir masa jabatannya, yang terpilih pada 2022, didominasi oleh anggota koalisi Benno Bokk Yakaar (Bersatu dalam Harapan) yang dipimpin mantan presiden Macky Sall.
Ketegangan antara eksekutif dan legislatif dilaporkan baru-baru ini setelah anggota parlemen oposisi membatalkan perdebatan soal anggaran dan mengancam akan mengajukan mosi untuk mengecam pemerintah.
Kelompok parlemen Benno Bokk Yakaar mengkritik pembubaran tersebut, dan mengatakan bahwa pembubaran tersebut ditujukan untuk menghindari pengajuan mosi kecaman terhadap pemerintah oleh mayoritas parlemen.
Dalam sebuah pernyataan, kelompok itu menuding Presiden Faye dan Perdana Menteri Ousmane Sonko "memanipulasi lembaga untuk melayani kepentingan politik mereka sendiri."
"Pembubaran ini merupakan upaya terang-terangan untuk membungkam oposisi parlemen dan menghindari perdebatan demokratis tentang pengelolaan negara," kata Abdou Mbow, presiden kelompok parlemen mayoritas.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Faye dilantik sebagai presiden kelima dan termuda Senegal
Baca juga: Senegal luncurkan jaringan BRT listrik pertama di Afrika Sub-Sahara
Penerjemah: Katriana
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2024