... zona-zona itu harus dibuat sebaik mungkin dan disusun serinci mungkin... "
Cianjur, Jawa Barat (ANTARA News) - "Pengelolaan situs megalitikum Gunung Padang, di Cianjur, Jawa Barat, harus melalui konsep zonasi atau perwilayahan untuk menekan potensi kerusakan yang mungkin terjadi akibat semakin membludaknya wisatawan yang berkunjung," kata pejabat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, I Gde Pitana.

Zonasi atau pemintakatan yang ada saat ini, kata dia, di Cianjur, Minggu, mengikuti pola yang dirancang Kementerian Kehutanan ketika mengembangkan taman nasional.

Hal serupa, menurut Pitana, bisa diterapkan pada situs yang berlokasi di Karyamukti, Campaka, atau sekitar 25-30 km dari Kota Cianjur itu, namun harus ditempuh hingga dua jam perjalanan berkendaraan. 

"Ada tiga zona yang bisa dikembangkan di Gunung Padang yakni zona inti, zona penyangga, dan zona pemanfaatan atau zona ekonomi," katanya.

Ia menambahkan jika ingin merencanakan pengembangan Gunung Padang sebagai destinasi wisata berbasis pada wisata budaya, zona-zona itu harus dibuat  sebaik mungkin dan disusun serinci mungkin selain studi khusus tentang daya dukung, termasuk pengaturan arus pengunjung.

Sebagai perbandingan, pemerintah Peru memberlakukan aturan sangat ketat pada obyek wisata budaya internasionalnya, kota/kuil kuno Machu Picchu, di Provinsi Urubamba, di Pegunungan Andes. 

Warisan budaya sejak abad ke-15 hasil peradaban Indian Inca itu tetap terpelihara baik dalam kondisi sangat mirip dengan kondisi asli pada masanya, pula tetap memberi pendapatan berarti bagi Peru. 

Saat ini, jumlah pengunjung dengan aneka keperluan di situs megalitikum Gunung Padang berusia sekitar 23.000 tahun (23 millennia) itu sekitar 500 orang. Sampai saat ini, belum lagi ditemukan situs purbakala di tempat terbuka yang usianya lebih tua ketimbang situs megalitikum Gunung Padang. 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014