Bentuk pelanggaran Pemilu terbanyak yang disorot media massa yakni politik uang sebanyak 52 persen,"
Jakarta (ANTARA News) - Lembaga survei Indonesia Indicator (I2) menganalisa pemberitaan pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif 2014 didominasi praktik politik uang (money politic).

"Bentuk pelanggaran Pemilu terbanyak yang disorot media massa yakni politik uang sebanyak 52 persen," kata Direktur Komunikasi I2 Rustika Herlambang melalui keterangan tertulis di Jakarta Minggu.

Peneliti I2 menganalisa pemberitaan terhadap 292 media online nasional dan daerah sejak 16 Maret hingga 7 Mei 2014 terkait berita soal pelanggaran Pemilu 2014.

Rustika menyebutkan media online yang memberitakan pelanggaran pemilu berkaitan dengan politik uang sekitar 52 persen, penggelembungan suara (18 persen), pemilihan ulang (12 persen), pelanggaran kode etik dan penghitungan ulang (9 persen).

Rustika mengungkapkan I2 menelusuri terdapat 14.556 pemberitaan terkait pengamanan pemilu legislatif selama dua bulan terakhir.

"Terdapat sebanyak 3.318 atau 23 persen yang memuat pemberitaan tentang pelanggaran pemilu," ujar Rustika.

Berita pelanggaran pemilu meliputi 1.716 berita politik uang, 593 berita penggelembungan suara, 393 berita pencoblosan ulang, 315 berita pelanggaran kode etik dan 305 berita penghitungan ulang.

Berdasarkan lokasi pemilihan, Rustika menuturkan daerah yang paling banyak memberitakan politik uang di wilayah Sumatera Barat, Riau, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur dan Papua.

Sementara itu, pelanggaran penggelembungan suara, administrasi dan penyalahgunaan kewenangan penyelenggara pemilu banyak terjadi di daerah Riau, Sidoarjo, Sampit, Seluma, Balikpapan, Jawa Tengah, Aceh, Jawa Barat, Sumbawa dan Kalimantan Timur.

Kemudian, Flores Timur, Pontianak, Yogyakarta, Batam, Sumatera Utara, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Utara dan Kalimantan Barat.

Pengamat politik dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Ari Dwipayana menyatakan penegak hukum terpadu seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Polri harus bersinergi dan tegas menindaklanjuti laporan dugaan pidana pemilu.

"Berdasarkan pengalaman pemilu legislatif politik uang dilakukan kepala desa saat masa kampanye, tim sukses, calon legislatif , KPPS , serta PNS, pengurus partai dan penyelenggara Pemilu," tutur Ari.

Ari juga menyoroti Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) agar menindak tegas penyelenggara pemilu yang melangar kode etik dan tidak independen.

Rektor Universitas Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat menambahkan politik uang akan berdampak dan memiliki konsekuensi ongkos politik menjadi tinggi yang ditanggung partai maupun calon legislator.

"Implikasinya para caleg berusaha mengembalikan modal yang sudah keluar dan berusaha mengumpulkan dana untuk biaya politik berikutnya," kata Komaruddin.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014