Dia membuat bangga Pematang Siantar, yang September ini menjadi venue pertandingan tinju PON Aceh-Sumatera Utara 20204, sampai namanya diabadikan untuk sebuah lapangan yang menjadi ikon Siantar, Lapangan Adam Malik.
Selama satu jam di lapangan itu Minggu pekan lalu, ANTARA menanyai beberapa orang mengenai Adam Malik.
Menakjubkan, mereka yang ditanyai itu mengaku tahu Adam Malik, beserta kiprah-kiprahnya.
Tapi tak cuma bagi orang Siantar, Adam Malik juga langgeng dalam kenangan banyak orang Indonesia dari semua zaman, dalam banyak fungsi yang dia perankan.
Dia piawai dalam semua predikat yang melekat pada dirinya, entah sebagai negarawan, wartawan, diplomat, birokrat, atau politisi.
Gagasan dan praktik hidup baiknya melampaui zamannya hingga tetap aktual sampai kini.
Pahlawan Nasional kelahiran 22 Juli 1917 itu sudah membuat gebrakan-gebrakan besar yang mengguncang kemapanan sejak usia remaja.
Belanda pernah memenjarakannya kala dia berusia 17 tahun karena aktif dalam sebuah perkumpulan yang dilarang penguasa kolonial.
Masa mudanya erat dengan era yang menjadi mudigah untuk kebangkitan suku-suku Nusantara dalam melawan penjajahan Belanda.
Setidaknya empat peristiwa besar melekat erat pada diri Adam Malik.
Keempatnya terjadi pada 13 Desember 1937, kemudian 15 Agustus 1962, lalu 8 Agustus 1967, dan terakhir 25 Oktober 1971.
13 Desember 1936 adalah tanggal manakala dia bersama Albert Manoempak Sipahoetar, Soemanang Soerjowinoto, dan Pandoe Kartawigoena, mendirikan Kantor Berita Antara.
Saat itu pun mereka telah mendobrak quo dan kemapanan oleh sistem yang dibuat penguasa kolonial Belanda.
Baca juga: LKBN ANTARA kembali terima Adam Malik Award 2020 dari Kemlu RI
Selanjutnya: Melampaui zaman
Copyright © ANTARA 2024