“Ajarkan anak untuk asertif, berani mengungkapkan apa yang ia rasakan secara jelas dan etis, terapkan pengasuhan demokratis di mana anak terbiasa untuk berpendapat,” ujar Vera saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Asertif adalah kemampuan untuk menyampaikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain tanpa bermaksud menyerang orang lain.
Baca juga: Orangtua bisa lakukan ini jika anak jadi pelaku perundungan
Dengan demikian, pengasuhan yang mendukung asertivitas dan komunikasi terbuka dapat membantu anak merasa lebih kuat dan lebih mampu menghadapi situasi berisiko, termasuk perundungan.
Anak yang memiliki keterampilan asertif dapat lebih baik menanggapi perilaku agresif dari teman sebaya, misalnya dengan menetapkan batasan atau meminta bantuan, sehingga mengurangi risiko mereka menjadi korban.
“Ajarkan dan contohkan anak bagaimana membela dirinya saat merasa tertindas, cari dan kembangkan pula kelebihan anak, ini penting sehingga anak dapat tampil dengan percaya diri,” sarannya.
Baca juga: Ciri-ciri anak korban perundungan yang perlu diperhatikan orang tua
Mengajarkan anak untuk membela diri dan mengembangkan kelebihan mereka dapat memberikan strategi yang diperlukan untuk menghindari situasi perundungan, sekaligus meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan sosial mereka.
Terakhir, Vera mengimbau para orangtua untuk selalu menciptakan suasana hangat dan penuh kasih sayang di rumah bagi anak. Kondisi dalam rumah tangga yang harmonis terbukti positif dalam mengawal tumbuh kembang anak, termasuk kondisi psikologisnya.
“Penuhi hidup anak dengan cinta di rumah, sehingga anak tidak mudah merasa direndahkan oleh pelaku (perundungan),” jelasnya.
Baca juga: Orang tua berperan penting dalam edukasi pencegahan perundungan anak
Sementara, data pengaduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan kekerasan anak pada awal 2024 mencapai 141 kasus. Dari seluruh aduan itu, 35 persen di antaranya terjadi di lingkungan sekolah atau satuan pendidikan.
Sepanjang awal 2024, sebanyak 46 kasus anak mengakhiri hidup. Dari total kasus itu, 48 persen di antaranya terjadi di satuan pendidikan atau anak (korban) masih memakai pakaian sekolah.
Baca juga: FSGI: Evaluasi Permendikbud 46/2023 guna tekan kasus kekerasan anak
Baca juga: Mendengarkan suara anak-anak, pemilik masa depan Indonesia
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Siti Zulaikha
Copyright © ANTARA 2024