Emas yang tertunda

PON XXI Aceh-Sumut 2024 merupakan kali kedua pria kelahiran Lhokseumawe tersebut melatih generasi muda untuk event olahraga nasional empat tahunan tersebut. Pada PON Papua 2021, ia membina anak-anak Aceh.

Membawa Jawa Timur duduk di peringkat pertama tahun ini, menjadi salah satu impiannya meraih medali emas PON, setelah sebelumnya gagal menerbangkan emas ke Aceh dari ujung timur Indonesia.

Pada PON 2021, Fakhri Husaini berhasil membawa tim PON Aceh ke babak final, harapannya ingin memberikan hadiah emas untuk masyarakat tanah rencong kandas di tangan anak-anak Papua.

Tim besutannya kala itu menelan kekalahan 2-0 dari tuan rumah. Fakhri Husaini terpaksa menerima perak sebagai oleh-oleh mereka untuk rakyat Aceh.

Finish di urutan kedua memang bukan cita-cita seorang masterclass seperti Fakhri Husaini. Tetapi bertanding sudah berakhir, ia harus berlapang dada menerima hasil tersebut.
​​​​
Meskipun, hati kecilnya meronta karena kekalahan itu ditelan bukan performa anak asuhnya kurang baik, tetapi ada faktor lain yang menjadi sebab-akibatnya.

Tim sepak bola Jawa Timur menunjukkan medali emas saat upacara penghormatan pemenang seusai pertandingan final PON XXI Aceh-Sumut 2024 melawan Jawa Barat di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh, Aceh, Rabu (18/9/2024). ((ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/aww)

Baca juga: Sebelum Aceh kalahkan Jatim, Fakhri Husaini cuma punya 13 pemain bugar

Rasanya, Fakhri juga belum move on dari momen final di PON Papua. Faktanya, dari beberapa kali jumpa pers PON XXI Aceh-Sumut, ia terus mengulang soal kekalahan 2021 yang dinilai karena pemberian penalti di menit awal dan kartu merah di menit 20 jalannya pertandingan.

"Dulu pada PON Papua 2021, kita (tim Aceh) kalah dari tuan rumah, tetapi waktu itu kita langsung dihukum tendangan penalti di menit ke 3, dan menit ke 20 pemain kita diberikan kartu merah," kata Fakhri Husaini.

Berkaca dari pengalaman di Papua, Fakhri tidak ingin perlakuan serupa kembali diterima tim asuhannya Jawa Timur pada PON XXI Aceh-Sumut. Berharap kepemimpinan pengadil di lapangan yang benar-benar berjalan sebagaimana mestinya.

Menurut Fakhri, jika pengadil di lapangan kurang bijak dan sesuai prosedur, maka yang terjadi di lapangan bukan keindahan dari sepakbola. Karena kemenangan tidak lagi ditentukan pemain, melainkan wasit.

Kasus pertandingan Aceh vs Sulawesi Tengah pada perempat final PON XXI yang penuh kontroversi hingga terjadi pemukulan terhadap wasit menjadi Dewi Fortuna bagi Jawa Timur.

Baca juga: Diwarnai pemukulan wasit dan tiga kartu merah, Aceh lolos ke semifinal

Kata Fakhri, jika permasalahan tersebut tidak terjadi pada perempat final, besar kemungkinan bakal dialami mereka saat menantang tuan rumah Aceh di laga semifinal.

Seakan-akan seperti trauma pada PON Papua, Fakhri bersyukur insiden tersebut lebih dulu terjadi di perempat final, sehingga PSSI memberikan respon cepat dan mengganti pengadil lapangan untuk laga semifinal.

Akhirnya, pertandingan semifinal mereka melawan tuan rumah Aceh hingga partai final dipimpin langsung wasit dari Liga 2 dan Liga 1 Indonesia.

"Kalau tidak ada kejadian pas main Aceh-Sulteng, mungkin kejadian hari ini (semifinal Aceh-Jawa Timur)," katanya.

Pertandingan final, Dewi Fortuna berpihak ke Jawa Timur setelah penjaga gawang Jawa Barat melakukan pelanggaran di kotak terlarang, dan mereka mendapatkan hadiah penalti.

Rano Jutati yang dipercaya menjadi eksekutor mampu memperdaya penjaga gawang Jawa Barat dan berhasil mencatatkan namanya di papan skor.

Hingga pertandingan usai, Jawa Timur berhasil mengunci kemenangan sebagai juara pertama PON XXI, dan naik ke podium utama setelah menerima pengalungan medali emas dari Pj Gubernur Aceh sekaligus Ketua PB PON Aceh, Safrizal ZA.

Prestasi ini, ibarat obat luka bagi Fakhri Husaini setelah gagal meraihnya bersama Aceh pada PON Papua 2021. Apalagi, medali impian di tangan dinginnya itu didapatkan dari tanah kelahirannya sendiri.

Baca juga: Sumringahnya Fakhri Husaini tuntaskan dendam kesumat kepada Jatim

Selanjutnya: Karir pemain

Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024