Medan (ANTARA News) - Tren harga kopi yang menurun di pasar internasional sejak beberapa pekan lalu langsung berdampak pada melemahnya permintaan dan harga di Indonesia seperti sentra produksi di Sumatera Utara.

"Penurunan harga ekspor kopi itu sendiri karena situasi pasar global.Kondisi itu menyebutkan pelaku melakukan aksi wait and see sehingga permintaan melemah," kata Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumatera Utara (Sumut), Andryanus Simarmata di Medan, Minggu.

Harga kopi ekspor sekitar Rp70ribuan per kg, sedangkan harga di lokal Rp65ribuan per kg.

"Walau harga di lokal sudah melemah, tetapi dinilai importir masih mahal mengingat harga di pasar internasional terus turun,"katanya.

Akibatnya, kata dia, selain untuk memenuhi kontrak, tidak ada transaksi perdagangan kopi itu.

Wakil Ketua Umum bidang Speciality dan Industri Kopi AEKI Sumut, Saidul Alam menyebutkan, harga kopi di Indonesia dinilai sangat mahal karena harga di terminal New York turun terus dari 284,15 dolar AS per libs di awal Mei menjadi 185, 05 dolar AS per libs pada Jumat lalu.

Dengan penurunan harga itu, harga di lokal yang turun atau tinggal sekitar Rp56.000 per kg dari sebelumnya Rp60.000 per kg, tetap saja dinilai sangat tinggi.

"Karena dinilai tinggi atau mahal, importir akhirnya menahan bahkan tidak melakukan permintaan,"katanya.

Saidul mengakui, harga kopi di Indonesia seperti Sumut memang tidak bisa turun drastis karena produksi sedang sedikit akibat masa panen sudah habis.

Petani kopi di Sidikalang, Romel Sembiring mengakui sedikitnya produksi dan turunnya harga jual.

Akibat produksi rendah dan disusul harga jual yang tren turun, petani semakin cepat menjual kopinya.

"Takut harga jual turun lagi,"katanya.

Pewarta: Evalisa Siregar
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014