Bojonegoro (ANTARA News) - Bagi sebagian warga Dusun Jepang, Desa Margomulyo, Kec. Margomulyo, Bojonegoro, Jatim, yang masih ngugemi (menganut) ajaran Ki Samin Surosentiko, puasa hukumnya wajib dilaksanakan setiap hari, bahkan di setiap ada kesempatan. "Tetapi puasa saya tidak sebulan seperti yang sekarang dikerjakan orang selama Ramadan. Sesuai ajaran Ki Samin Surosentiko saya selalu mengerjakan puasa setiap hari," ungkap Hardjo Kardi (67), trah terakhir Ki Samin Surosentiko, dalam perbincangan dengan ANTARA News di kediamannya, Minggu. Sesuai ajaran Samin Surosentiko, lanjut Hardjo, puasa yang dimaksud tidak harus berpuasa tidak makan dan minum. Tetapi, setiap hari masyarakat yang masih ngugemi ajaran Samin Surosentiko, harus mampu menahan hawa nafsu, mulai dengki, srei, dahwen, kemiren, dan siya marang sapadha-padha. Pada hakikatnya, lanjutnya, semua manusia yang ada di muka bumi ini sama, sehingga muncul istilah sami-sami amin, dengan pengertian tidak diperbolehkan melakukan hal-hal yang bersifat melanggar hak orang lain maupun menyakiti hati sesamanya, termasuk memiliki harta yang bukan haknya. Menurut Hardjo Kardi, yang selalu disebut-sebut sebagai keturunan ke empat Ki Samin Surosentiko asal Plosokediren, Blora Jateng itu, di Dusun Jepang sendiri, masih terdapat sekitar 30 warga yang seusia dirinya dan masih ngugemi ajaran Ki Samin Suro Sentiko. Selama ini mereka pada siang hari, tetap saja makan dan minum sebagaimana biasanya. Tetapi Hardjo Kardi mengangap mereka melakukan puasa menahan hawa nafsu sesuai ajaran Samin Surosentiko. Meskipun dirinya tidak ikut puasa seperti yang dikerjakan umat Muslim, tetapi ketika pendirian Langgar, Mushola dan berkembang menjadi Masjid di Dusun Jepang, dirinya ikut menjadi panitia. Moch Miran QR (40), warga Dusun Jepang, Desa Margomulyo menyatakan, kalau dirujuk dengan ajaran Islam, bagi orang tua di Dusun Jepang yang masih memegang teguh ajaran Samin Surosentiko, pada dasarnya yang dilakukan masuk tahapan Tasyawuf atau Sufi. "Perkembangan Islam di sini cukup bagus setiap hari, di Masjid Jepang ada kalau 50 anak-anak remaja dan di antaranya 10 orang tua ikut Tarawih," ungkap Moch Miran. Hampir semua anak-anak muda di Dusun Jepang, ucap pria yang pernah belajar di Pabelan, Magelang, Jateng 8 tahun itu, sudah beberapa tahun setelah Islam berkembang di lingkungan komunitas masyarakat Samin ikut berpuasa, bahkan melaksanakan Sholat Idul Fitri sendiri. Dusun Jepang, Desa Margomulyo berpenduduk 215 KK (sekitar 800 jiwa), lokasinya masuk sejauh tiga km dari jalan raya Ngawi - Padangan. Jika ditempuh dari Ngawi hanya sekitar 15 km dan sekitar 75 km dari Kota Bojonegoro. "Untuk mengubah generasi tuanya agak sulit," tutur Moch Miran, lulusan S-1 Sekolah Tinggi Tarbiyah, Paron, Ngawi itu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006