Dalam kehidupan sehari-hari, berbagai hal seakan terjadi berulang-ulang, datang dan pergi...
Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 78 perupa menuangkan pandangan dan penafsiran mereka tentang kehidupan sehari-hari dalam 100 karya yang ditampilkan dalam "Pameran Manifesto Keempat: Keseharian, Mencandra Tanda-Tanda Masa".

Karya lukis, gambar, fotografi, video, patung, instalasi, serta objek tentang kehidupan sehari-hari menurut interpretasi seniman-seniman muda terpilih itu dipajang di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, selama 20 Mei-7 Juni 2014.

Di antaranya ada karya perupa Wastuwidaywan Paramaputra, lukisan berjudul "The Man With Burden" yang menggambarkan seorang pria tengah menghembuskan kepulan asap rokok dengan wajah resah.

Sementara Theo Frids Hutabarat menampilkan foto seorang pria yang memakai kaos bertulisan "im Art and Youre Not" di tengah keramaian pasar pada satu dini hari.

Lalu ada adegan yang menyiratkan kebisuan dari tujuh orang yang sedang makan bersama di satu meja dalam
lukisan berjudul "Lost Supper" karya Muhammad Taufiq (Emte). Tiga wajah dalam lukisan itu digambarkan tidak jelas, melebur dalam goresan warna kuning yang berurai ke udara.

Para kurator yang terdiri atas Rizki A. Zaelani, Jim Supangkat, Asikin Hasan, dan A. Rikrik Kusmara sepakat menamai pameran menggunakan kata mencandra yang dimaknai sebagai penggambaran laku mengurai, memetakan, dan memahami.

Mencandra keseharian, kata Asikin Hasan, berarti mengenal pengalaman dan kejadian yang terjadi dari hari ke hari, setiap hari, yang mempengaruhi atau berkaitan dnegan diri seseorang sebagai ihwal soal yang bermakna.

"Dalam kehidupan sehari-hari, berbagai hal seakan terjadi berulang-ulang, datang dan pergi dalam cara pengenalan dan pengalaman yang seakan pasti," jelas Asikin pada pembukaan pameran di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Selasa (20/5) malam.

Dan apa yang ingin disentil dalam pameran ini adalah bahwa kebiasaan dalam keseharian yang terus berulang bisa menjebak manusia larut dan tenggelam dalam kebiasaan tersebut sehingga tidak ada lagi makna melainkan pengulangan.

"Seseorang kemudian hanya mengenal problematika input dan output, perintah dan pelaksanaan (perintah), dan karena berlangsung rutin maka ia terpisahkan dari kenikmatan, keindahan, dan penghayatan proses yang dilampauinya," ujar Asikin.

"Agar terhindar dari kekacauan akibat sedimentasi kepastian-kepastian rutin semacam itu, seseorang mesti keluar dan berjarak dari keadaan itu, meraih pengalaman rekreasi yang tujuannya untuk menyiapkan atau menyegarkan kembali keadaan (eksistensi) diri hingga mampu menjalani tantangan rangkaian kejadian rutin berikutnya," tambahnya.

Para seniman mengajak pengunjung mengambil jarak dengan keseharian melalui karya-karya mereka, lalu mengamati dan menyelami kembali makna kebiasaan berulang yang setiap hari dilakukan.


Tema masa kini

Pada pameran manifesto kali ini tim kurator memutuskan untuk mengambil karya-karya perupa muda berusia kurang dari 35 tahun.

Para perupa muda asal Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Bali, dan Solo menampilkan ide-ide segar dalam mengurai keadaan dan situasi masa kini dalam karya-karya mereka.

Asikin mengatakan, mencandra keseharian dalam praktek seni rupa kini tak hanya menunjukkan perubahan tema-tema persoalan masa kini yang dihadapi (atau tepatnya menarik minat) para seniman tetapi juga menunjukkan perubahan idiom dan medium ekspresi baru yang muncul sebagai alternatif pilihan ekspresi.

"Angka 35 tahun adalah sebuah panorama masa kini, sebuah generasi yang diliputi sebuah sebuah dunia maya selebar layar telepon selular, komputer," kata Asikin.

"Sebuah dunia yang sangat terbuka, sebuah masa dimana dunia ditentukan jejaring informasi, seperti tidak ada barat timur, utara selatan. Apa yang tumbuh di barat segera menjalar ke timur atau terjadi di selatan sampai ke utara," jelasnya.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti mengapresiasi karya-karya seniman muda dalam pameran itu.

"Pameran ini menandakan bahwasanya karya-karya seni Indonesia terus-menerus mengalami pertumbuhan dan kemajuan yang hebat. Kalau dari jumlah dan jenisnya, tentu ini bukan lagi karya-karya kecil namun sudah merupakan gambaran wajah seni rupa Indonesia yang hebat," katanya sebelum membuka pameran.

Oleh Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014